HukumID | Jakarta — Wakil Ketua DPRD Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) periode 2024–2029, Parwanto, bersama sejumlah pihak lainnya, segera menjalani persidangan dalam perkara dugaan suap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kabupaten OKU.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan pelimpahan dakwaan dan berkas perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Palembang.

“Telah selesai melimpahkan dakwaan dan berkas perkara dari Terdakwa Parwanto,” ujar Jaksa Penuntut KPK Rakhmad Irwan kepada wartawan, Senin (22/12/2025).
Selain Parwanto, terdakwa lain yang akan duduk di kursi pesakitan yakni Robi Vitergo selaku Anggota DPRD OKU periode 2024–2029, serta dua pihak swasta, Ahmat Thoha alias Anang dan Mendra SB.

Rakhmad menyampaikan, JPU kini menunggu penetapan jadwal sidang perdana sekaligus susunan Majelis Hakim yang akan memimpin persidangan. “Berikutnya kami akan menunggu informasi penetapan agenda sidang pertama termasuk susunan Majelis Hakim,” ujarnya.
Dalam perkara ini, Parwanto dan Robi Vitergo didakwa sebagai penerima suap. Keduanya dijerat dakwaan alternatif, yakni Pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara itu, Ahmat Thoha alias Anang didakwa sebagai pemberi suap dengan dakwaan alternatif Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 5 ayat (1) huruf a, atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Adapun Mendra SB juga didakwa sebagai pemberi suap berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Kami juga telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan dan Polda Sumsel untuk dukungan pengamanan serta pengawalan sidang,” tambah Rakhmad.

Keempat terdakwa merupakan hasil pengembangan perkara dugaan suap proyek di Dinas PUPR OKU tahun anggaran 2025. Mereka telah ditahan sejak Kamis, 20 November 2025. Perkara ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Kabupaten OKU pada Sabtu, 15 Maret 2025.
Sejumlah pihak lain dalam perkara tersebut telah lebih dulu disidangkan, yakni Nopriansyah selaku Kepala Dinas PUPR OKU; Muhammad Fahrudin, Ketua Komisi III DPRD OKU; Umi Hartati, Ketua Komisi II DPRD OKU; Ferlan Juliansyah, Anggota Komisi III DPRD OKU; serta pihak swasta Muhammad Fauzi alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso.
KPK mengungkap, praktik suap bermula dari pembahasan perencanaan anggaran Pemerintah Kabupaten OKU tahun 2025. Dalam proses tersebut, terjadi pengondisian jatah pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD yang dialihkan menjadi proyek fisik di Dinas PUPR. Nilai pokir awal disepakati sebesar Rp45 miliar, namun kemudian diturunkan menjadi Rp35 miliar karena keterbatasan anggaran.
Para anggota DPRD selanjutnya meminta fee proyek sebesar 20 persen atau sekitar Rp7 miliar. Setelah APBD 2025 disahkan, anggaran Dinas PUPR meningkat dari Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar. KPK menilai hal tersebut sebagai indikasi kuat praktik jual-beli proyek yang dilakukan secara sistemik.
Dalam skema tersebut, Kepala Dinas PUPR OKU mengondisikan sembilan proyek sebagai “jatah DPRD” melalui e-katalog, dengan nilai puluhan miliar rupiah. Fee proyek disepakati sebesar 22 persen, terdiri dari 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD.
Menjelang Hari Raya Idulfitri 2025, para anggota DPRD menagih fee proyek. Meski Pemkab OKU saat itu mengalami tekanan arus kas akibat pembayaran THR dan tunjangan, pencairan uang muka sembilan proyek tetap dilakukan. Pada 13 Maret 2025, uang sebesar Rp2,2 miliar diserahkan kepada Kepala Dinas PUPR dan dititipkan kepada seorang PNS.
KPK juga menemukan peran aktif sejumlah pengusaha, termasuk Ahmat Thoha alias Anang dan Mendra SB, dalam memberikan suap kepada penyelenggara negara, termasuk Parwanto dan Robi Vitergo, melalui skema jual-beli proyek tersebut.











