RESOLUSI POLRI 2026: Institusi Polri Butuh Soliditas Internal

Opini601 Dilihat

Oleh: Dr. Tasrif M. Saleh, S.H., M.H.

Jakarta, 25 Desember 2025

Peluang dan tantangan besar menanti Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) pada tahun 2026. Tantangan tersebut masih diwarnai oleh kuatnya tuntutan publik terhadap reformasi kelembagaan yang lebih humanis, profesional, dan berorientasi pada pelayanan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kepolisian.

Presiden Prabowo Subianto merespons tuntutan tersebut dengan mencetuskan pembentukan Komite Reformasi Polri, yang kemudian disambut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melalui pembentukan Tim Transformasi Reformasi Internal Polri. Reformasi institusional ini dipastikan menjadi arus utama yang terus ditagih oleh publik pada 2026.

Salah satu penanda penting arah reformasi tersebut tercermin dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025, yang menegaskan bahwa anggota Polri aktif tidak dapat menduduki jabatan di luar kepolisian (jabatan sipil), kecuali mengundurkan diri atau pensiun. Meskipun masih terdapat ruang interpretasi terbatas bagi penugasan yang berkaitan langsung dengan tugas pokok dan fungsi Polri, putusan ini menegaskan urgensi profesionalisme dan netralitas institusi kepolisian.

Tantangan Polri semakin nyata jika merujuk pada Survei Center of Economics and Law Studies (CILIOS) 2025, yang menempatkan kinerja Polri dalam kategori sangat rendah. Sebanyak 78 persen responden menilai kinerja Polri buruk atau sangat buruk, terutama terkait kualitas pelayanan dan penegakan hukum.

Namun demikian, sepanjang 2025 Polri juga mencatat sejumlah peluang dan capaian positif yang berpotensi meningkatkan kepercayaan publik. Beberapa penghargaan yang diraih antara lain:

1. Monitoring dan Evaluasi Keterbukaan Informasi Publik (Monev KIP) 2025, dengan predikat Informatif dan nilai 98,90, tertinggi di kategori Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK).

2. Disway Awards 2025 kategori Lembaga Negara dan Regulator Terpopuler, atas konsistensi Polri dalam menyajikan informasi publik yang cepat, jernih, dan berdampak.

3. Detikcom Awards 2025, yang menganugerahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai Tokoh Penggerak Sinergi Keamanan dan Pelayanan Publik atas dukungan nyata terhadap Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.

Capaian tersebut tidak terlepas dari kinerja Polri sepanjang 2025, antara lain melalui kolaborasi lintas lembaga, menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), serta peningkatan kualitas layanan kepolisian. Beberapa program strategis yang dijalankan meliputi dukungan ketahanan pangan seluas 565.572 hektare, program perumahan nasional bagi personel Polri, pembangunan sektor pendidikan, gerakan pangan murah, dukungan Program Makan Bergizi Gratis, serta pengungkapan 38.934 kasus narkotika dengan barang bukti mencapai 197 ton.

Memasuki 2026, tantangan dan peluang tersebut hanya dapat dijawab dengan soliditas internal Polri. Mengacu pada teori Organizational Cohesion dari Leon Festinger (1950), organisasi tanpa keselarasan internal akan mengalami kebocoran energi akibat konflik birokrasi. Kohesi organisasi dibangun melalui tiga medan kekuatan, yakni daya tarik terhadap kekompakan, komitmen terhadap tugas, dan kebanggaan kelompok.

Kohesi tersebut selanjutnya membentuk identitas sosial institusional sebagaimana dikemukakan Tajfel dan Turner (1979). Dalam konteks kepolisian, identitas ini dikenal sebagai positive esprit de corps atau jiwa korsa, yang memperkuat komitmen anggota dalam menjalankan Tribrata dan Catur Prasetya secara konsekuen.

Ketua Umum FORKOGAKUM, Dr. Tasrif M. Saleh, menegaskan bahwa soliditas internal merupakan modal utama dan fundamental bagi keberhasilan reformasi dan peningkatan kinerja Polri pada 2026. Tanpa kohesi internal yang kuat, reformasi struktural, kultural, maupun instrumental tidak akan berjalan optimal.

Penguatan soliditas internal tersebut harus dilakukan melalui beberapa aspek utama, antara lain:

1. Kepemimpinan Berintegritas

   Pimpinan Polri, mulai dari Kapolri hingga Kapolsek, harus menjadi teladan bagi anggota. Integritas antara perkataan dan perbuatan, baik dalam kedinasan maupun kehidupan sosial, menjadi kunci dalam menyatukan visi dan nilai institusi.

2. Budaya Kerja Profesional dan Melayani

   Reformasi kultural menjadi kebutuhan mendesak mengingat rendahnya kepuasan publik terhadap kualitas layanan dan penegakan hukum yang dinilai tidak humanis, arogan, birokratis, dan transaksional. Budaya kerja profesional harus ditopang oleh saling percaya, kolaborasi, keterbukaan, dan akuntabilitas antarpersonel.

3. Sistem Promosi dan Mutasi Berbasis Merit

   Pembinaan SDM melalui sistem promosi dan mutasi berbasis kinerja dan kompetensi yang adil dan transparan menjadi prasyarat peningkatan kinerja organisasi sekaligus kepercayaan publik. Penegakan sanksi yang adil juga harus menjadi bagian dari pembinaan disiplin.

4. Loyalitas Institusional Berbasis Nilai

   Relasi pimpinan dan bawahan harus dibangun atas loyalitas institusional, bukan loyalitas personal atau golongan, sehingga seluruh anggota menjunjung kepentingan organisasi dan masyarakat di atas kepentingan lain.

Kepemimpinan berintegritas, budaya kerja profesional, serta sistem pembinaan SDM yang adil dan transparan merupakan kunci utama dalam meningkatkan kinerja Polri dan memulihkan kepercayaan publik.

Lebih lanjut, praktisi dan akademisi Pascasarjana Universitas Jayabaya, Dr. Tasrif M. Saleh, menegaskan bahwa menyikapi capaian dan tuntutan sepanjang 2025, Polri harus tetap optimistis melakukan perbaikan pada 2026. Komitmen kolaborasi lintas lembaga, stabilitas kamtibmas, dan peningkatan kualitas layanan harus terus dijaga.

Namun, seluruh program tersebut tidak akan efektif tanpa soliditas internal. Sebagus apa pun perencanaan dan program kerja Polri, implementasinya tidak akan berjalan optimal jika internal institusi tidak solid.