HukumID.co.id, Jakarta – Bertempat di ruang seminar lantai 3 Gedung AB Universitas Kristen Indonesia, Jakarta Timur, pada Kamis (23/1/2025 digelar Seminar Nasional dengan tema “Digitalisasi Sertifikat Tanah : Mengurangi Celah Praktek Mafia Tanah atau Membuka Celah Baru?”.
Seminar itu menghadirkan narasumber Andrian Pamungkas. S.Kom, MH (Kepala Subdirektorat Pengembangan Sistem Pelayanan Pertanahan), Dr. Budi Sulistyo ST.MT (Praktisi IT/Cyber) dan Dr. Diana R.W. Napitupulu, S.H., M.H., M.Kn., M.Sc., (ahli hukum agraria dan dosen tetap Program Magister Hukum Universitas Kristen Indonesia.
Hadir pula Dekan Fakultas Hukum UKI Dr. Hendri Jayadi Pandiangan SH.MH, Wakil Rektor Rektor Bidang Akademik dan Inovasi Dr. Hulman Panjaitan SH.MH, Wadek FH UKI Dr. Tomson Situmeang SH.MH dan Kaprodi FH UKI Dr. Rr Ani Wijayanti SH M.Hum.
Seminar yang menjadi ruang diskusi strategis untuk inj membahas peluang dan tantangan dari digitalisasi sertipikat tanah yang bertujuan meningkatkan transparansi, efisiensi, dan akurasi pengelolaan aset tanah di Indonesia.
Dr. Simon Simaremare menyebut bahwa digitalisasi sertipikat tanah adalah langkah strategis yang mana dilakukan pemerintah dalam meningkatkan transparansi, efisiensi, dan akurasi pengelolaan aset tanah.
Di balik optimisme terhadap transformasi ini, kata dia, bangsa ini tidak dapat menutup mata terhadap risiko dan celah yang mungkin timbul, termasuk ancaman keamanan data serta potensi manipulasi oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
Beberapa hal yang disorot di seminar ini antara lain Peluang dan Tantangan Digitalisasi Sertipikat Tanah: Digitalisasi diharapkan mampu meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam pengelolaan data pertanahan. Namun, tantangan seperti resistensi terhadap perubahan, kendala infrastruktur, serta potensi penyalahgunaan teknologi oleh mafia tanah menjadi perhatian utama.
Juga disorot soal Keamanan Data Digital: Sistem digital selalu menghadapi risiko keamanan, seperti peretasan, manipulasi data, dan kebocoran informasi: narasumber menyoroti pentingnya langkah-langkah mitigasi, seperti penggunaan teknologi enkripsi terkini, autentikasi berlapis, dan audit keamanan yang terintegrasi.
Selain itu, yang menjadi pokok pembahasan adalah Rekomendasi Kebijakan Berbasis Akademis dan Praktis: Usulan langkah strategis meliputi penguatan kerangka hukum, kolaborasi antar lembaga, dan peningkatan literasi digital masyarakat dan Kesadaran Publik: Edukasi dan kampanye kesadaran kepada masyarakat dianggap krusial untuk melibatkan mereka dalam menjaga keamanan data dan memastikan hak atas tanah terlindungi.
Sementara Andrian Pamungkas menyampaikan bahwa penerapan Sertifikat Tanah Elektronik merupakan solusi strategis untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, dan keamanan dalam pengelolaan data pertanahan.
“Dengan sertifikat elektronik, ruang gerak mafia tanah dapat dipersempit melalui digitalisasi layanan. Selain itu, sistem ini juga mengurangi kewajiban masyarakat untuk hadir secara fisik di kantor pertanahan hingga 80%, menghilangkan risiko kehilangan sertipikat, dan menjamin keaslian dokumen yang tersimpan secara terdesentralisasi, transparan, dan aman,” ungkapnya.
Lebih lanjut Andrian menjelaskan bahwa transformasi ini juga mendukung mitigasi risiko akibat bencana alam dengan pengelolaan data yang terpusat secara elektronik, sekaligus memberikan kemudahan akses bagi masyarakat terhadap informasi pertanahan mereka melalui platform digital seperti aplikasi sentuh Tanahku, ucapnya.
Sementara itu, Diana R.W. Napitupulu menegaskan bahwa transformasi menuju sertifikat tanah elektronik harus didukung dengan landasan hukum yang kuat.
“Keberadaan sertifikat tanah elektronik tidak hanya memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi karena lebih sulit dipalsukan dibandingkan sertifikat fisik, tetapi juga menawarkan efisiensi administrasi dan aksesibilitas yang lebih baik. Namun, proses transisi ini harus dilakukan secara bertahap dan menyeluruh untuk memastikan perlindungan hukum bagi seluruh pihak yang terlibat,” tandasnya.
Pada sisi lain Budi Sulistyo menyoroti bahwa implementasi Sertipikat Tanah Digital membawa tantangan besar di bidang keamanan siber.
“Sistem digital selalu memiliki risiko keamanan yang signifikan. Ancaman seperti peretasan, pencurian data, dan manipulasi informasi memerlukan perhatian serius. Langkah-langkah seperti penerapan enkripsi data, autentikasi berlapis, dan sistem audit keamanan yang terintegrasi sangat penting untuk memastikan perlindungan data yang optimal,” ujarnya.
Dia juga menambahkan bahwa kerjasama antara ATR/BPN dengan lembaga terkait, seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika, sangat penting untuk menghadapi kejahatan siber terorganisasi yang terus berevolusi.
Standar keamanan yang diterapkan dalam industri perbankan dan layanan pembayaran dapat menjadi acuan untuk membangun sistem keamanan digital yang Tangguh,ungkapnya.
LT