HukumID.co.id, Jakarta – Hakim konstitusi Saldi Isra diadukan ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) oleh komunitas advokat Lingkar Nusantara (Lisan) atas dugaan pelanggaran kode etik dalam pertimbangannya saat sidang uji materi batas usia capres dan cawapres.
Wakil Ketua Umum Lisan Ahmad Fatoni mengatakan pertimbangan hukum yang disampaikan Saldi dalam sidang uji materi tersebut tidak sesuai prosedur. Dia menilai ucapan Saldi yang mengaku bingung atas putusan MK terkesan tendensius.
“Kenapa kami katakan seperti itu, pertama, dalilnya adalah berangkat dari adanya video yang beredar yang menyampaikan adanya kebingungan terkait putusan tersebut. Menurut kami hal itu adalah sikap yang tendensius,” kata Fatoni kepada wartawan di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (19/10/2023).
“Itu tidak sesuai, karena kalau kita berpedoman pada kode etik Mahkamah Konstitusi No 9 Tahun 2006, di mana pada poin empat itu adanya prinsip kepantasan dan kesopanan,” jelasnya.
Dia mengatakan seyogianya sebagai pejabat negara dan sesama hakim konstitusi harus saling menjaga, terlebih marwah lembaga dalam hal ini Mahkamah Konstitusi. Fatoni menilai ucapan Saldi dalam pertimbangannya menyinggung salah satu hakim konstitusi lainnya.
“Kami akan membuat pengaduan, kami berharap Bapak Saldi Isra dapat diproses secara etik atau setidaknya bisa diberhentikan dari hakim konstitusi,” imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketum Lisan Hendarsam Marantoko menilai pertimbangan hukum dissenting opinion yang dilakukan Saldi mengarah pada aspek non-yuridis. Dia mengatakan sebagai hakim konstitusi memberikan aspek yuridis dalam putusannya.
“Harusnya sifanya sifat yuridis ya. Tapi ini aspek yuridisnya bahwa ‘saya bingung’, ‘kok tiba-tiba seperti ini’, ‘saya pengalaman kurang lebih enam tahun di MK baru ada kejadian seperti ini’, aspek-aspek ini bukan aspek yuridis,” ungkapnya.
Pernyataan Saldi Isra
Empat hakim konstitusi berbeda pendapat atau dissenting opinion dalam putusan ini. Hakim konstitusi tersebut ialah Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo. Dalam pertimbangannya, Saldi Isra mengaku heran atas perubahan putusan MK yang dinilai sangat cepat.
“Saya hakim konstitusi Saldi Isra memiliki pandangan berbeda atau dissenting opinion. Menimbang bahwa terhadap norma yang termaktub dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang 7/2017 amar putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90/PUU-XXI/2023 a quo menyatakan ‘persyaratan menjadi calon presiden dan wapres adalah q: berusia paling renda 40 tahun’, dimaknai menjadi ‘persyaratan menjadi capres dan cawapres adalah q ‘berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pilihan kepala daerah’,” ujar Saldi Isra di sidang MK, Senin (16/10).
Saldi, yang juga Wakil Ketua MK, mengaku bingung soal adanya penentuan perubahan keputusan MK dengan cepat. Menurutnya, hal tersebut jauh dari batas penalaran yang wajar. (Insan)