HukumID | Jakarta — Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada Senin, 8 Desember 2025, resmi melimpahkan berkas perkara beserta surat dakwaan dalam kasus dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan Kemendikbudristek tahun 2019–2022 ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat. Dengan pelimpahan ini, empat tersangka dalam perkara tersebut kini telah berstatus terdakwa.
Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna mengatakan pelimpahan dilakukan terhadap mantan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim; konsultan teknologi Kemendikbudristek, Ibrahim Arief; Direktur SMP sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) tahun 2020–2021, Mulyatsah; serta Direktur Sekolah Dasar dan KPA pada periode yang sama, Sri Wahyuningsih. Keempatnya diserahkan berdasarkan surat pelimpahan perkara masing-masing yang diterbitkan pada tanggal yang sama.

Perkara ini berkaitan dengan pengadaan Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) yang berlangsung selama 2019 hingga 2022. Penyidik menemukan bukti adanya dugaan penyimpangan sejak tahap penyusunan kajian teknis. Tim Teknis awalnya menyatakan bahwa spesifikasi perangkat tidak boleh diarahkan pada sistem operasi tertentu. Namun, kajian tersebut kemudian diubah sehingga merekomendasikan penggunaan Chrome OS, yang langsung mengarah pada pembelian Chromebook.
Padahal, pada 2018, Kemendikbud telah melakukan pengadaan Chromebook dengan hasil yang dinilai tidak berhasil. Terlepas dari hal tersebut, pengadaan serupa kembali dilakukan pada 2020 hingga 2022 tanpa dasar teknis yang objektif. Kejaksaan menilai tindakan itu telah menguntungkan berbagai pihak, baik di internal kementerian maupun penyedia barang, dan termasuk dugaan penerimaan uang oleh sejumlah pejabat.

Akibat perbuatan tersebut, negara ditaksir mengalami kerugian hingga lebih dari dua triliun rupiah. Rinciannya yaitu kerugian akibat kemahalan harga Chromebook yang mencapai Rp1,56 triliun lebih, serta kerugian dari pembelian CDM yang dinilai tidak dibutuhkan, sebesar Rp621 miliar lebih.
Jaksa mendakwa para terdakwa dengan pasal berlapis, yakni Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, masing-masing juncto Pasal 18 dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kejaksaan menegaskan bahwa penyidikan dan penuntutan perkara ini dilakukan secara profesional dan berdasarkan alat bukti yang kuat. Tahap selanjutnya adalah menunggu proses persidangan, di mana Majelis Hakim Pengadilan Tipikor akan memeriksa dan mengadili para terdakwa.











