HukumID.co.id, Jakarta-Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) meninjau langsung Pagar Laut Ilegal sepanjang 30 km di Tangerang, Banten pada Senin, 13 Januari 2025.
Tidak hanya PBHI, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PP Muhammadiyah dan koalisi masyarakat sipilnya juga ikut meninjau pagar laut yang sempat viral beberapa waktu terakhir itu.
Dalam kunjungannya, Ketua PBHI Julius Ibrani mendapatkan informasi dari nelayan tradisional setempat bahwa pemasangan pagar laut dimulai sekitar lima bulan lalu. Pagar ilegal ini tidak memiliki plang atau lampu sehingga tidak hanya menghalangi nelayan ketika melaut tapi juga sangat membahayakan nyawa nelayan.
“Pemasangan itu (pagar) dilakukan secara masif dalam waktu singkat dengan panjang yang luar biasa itu, dan tidak mungkin tidak diketahui oleh orang. Amat sangat terlihat orang karena banyak wara-wiri kapal tradisional juga di sekitar sini,” kata Julius melalui pesan singkat.
Selain itu, pagar tersebut juga menyebabkan kerusakan lingkungan dan juga merusak perekonomian masyarakat, terutama nelayan tradisional.
“nelayan sudah mengeluh bahwa tidak hanya menggangu aktivitas ketika melaut tapi juga membahayakan nyawa. Tidak ada plang tidak ada lampu dan sebagainya,” jelasnya.
Julius tak heran dengan pengakuan warga seperti itu, karena menurutnya hal seperti itu sudah biasa ditemukan di Proyek Strategi Nasional (PSN). Negara akan selalu membenturkan masyarakat korban dengan masyarakat yang memang under bow atau paramiliteri yang yang dibiayai dan dibentuk oleh negara dengan dalih telah terjadi represif negara.
“Kami sudah berpengalaman sekali dengan narasi seperti ini,” terangnya.
Untuk mendapatkan informasi yang pasti, PBHI menelisik ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), bahwa pagar laut ilegal ini tidak berijin, tidak ada pemiliknya sehingga melanggar ketentuan administrasi dan pidana.
“Siapapun yang memasang, kami sudah menegaskan Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak pernah mencatatkan adanya pendaftaran terkait pagar itu, tidak pernah ada izin, tidak ada konsesi diatasnya,” ungkapnya.
Dengan begitu, lanjut Julius, maka pagar tersebut ilegal tidak berizin dan tidak berpemilik.
“Jadi tentu tidak ada hambatan untuk membongkar pagar ini, dan terutama menindak pidana bagi orang-orang yang terlibat pemasangan,” imbuhnya.
Sejauh penelusurannya, Julius mengklaim pagar tersebut dibangun bukan untuk memitigasi tsunami, karena tidak ada relevansinya dengan tsunami.
“Kalau ada bantahan ini untuk tsunami, ini jauh sekali dari mitigasi tsunami, karena ini pancang asal-asalan dan pemagaran asal-asalan, tidak ada relevansinya sama sekali dengan tsunami. Jangankan tsunami, air rob biasa saja tidak bisa dimitigasi,” tukasnya.
Dari hasil investigasi tersebut, Ia yakin telah terjadi pelanggaran hukum, pelanggaran hak asasi manusia, dan telah terjadi kerusakan lingkungan. Dengan bahan yang ada tentu pihaknya akan menganalisis untuk upaya hukum formil.
“Himbauan kepada Presiden Prabowo Subianto dan kementerian KKP Sakti Wahyu Trenggono, Kapolri dan Jaksa Agung bahwa dugaan tindak pidana dan penyebab dari kerugian negara itu juga sudah kami perhitungankan, kira-kira ada potensinya atau tidak, sehingga kami akan mengambil langkah formil, mulai dari gugatan maupun pelaporan-pelaporan lembaga negara yang berwenang termasuk Mabes Polri dan lainnya,” tegasnya.
Menurutnya kasus ini harus segera ditindak. Pemerintah harus bergerak saat kedaulatan negara diinjak-injak. Karena ini akan berdampak buruk untuk masyarakat.
“Karena kalau tidak segera ditindak, maka jelas ada kedaulatan negara yang sedang diinjak-injak dan ada pelanggaran hukum yang betul-betul dibebaskan dan tidak disentuh, yang akhirnya menimbulkan preseden buruk, terjadi kekebalan hukum dan juga akan terjadi pengulangan peristiwa yang sama, bisa jadi oleh orang yang sama bisa jadi oleh pihak yang lain dan ini bahaya untuk masyarakat,” pungkasnya.
MIK