Tasrif: Masyarakat Tak Perlu Takut Terhadap Debt Collector Nakal!

Hukum, Nasional477 Dilihat

HukumID | Jakarta – Fenomena penarikan kendaraan secara paksa oleh debt collector atau penagih utang di jalanan masih marak terjadi dan kerap menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Menanggapi hal ini, akademisi sekaligus praktisi hukum Tasrif M. Saleh memberikan edukasi komprehensif mengenai prosedur penarikan yang sah dan hak-hak hukum yang wajib diketahui konsumen.

Dalam program Back To Campus yang tayang di HukumID Channel, Tasrif menegaskan bahwa penarikan aset tidak dapat dilakukan secara sepihak, melainkan harus melalui serangkaian tahapan yang diatur oleh regulator, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

banner 600x600

Menurut Tasrif, proses penagihan yang legal melibatkan beberapa tahap sebelum dilakukannya penarikan;

1. Peringatan Bertahap: Penagihan dimulai dengan telepon, diikuti dengan penerbitan Surat Peringatan (SP) atau Somasi. Biasanya, penarikan baru dilakukan jika tunggakan sudah mencapai batas waktu, umumnya di atas 3 bulan.

banner 600x600

2. ⁠Kolektor Pihak Ketiga: Jika perusahaan pembiayaan (kreditur) melimpahkan tugas penagihan kepada pihak ketiga, perusahaan tersebut wajib berbadan hukum dan para kolektor yang bertugas di lapangan harus bersertifikasi.

Tasrif menekankan bahwa masyarakat tidak perlu panik ketika dihentikan di jalan. Konsumen berhak menanyakan dan meminta bukti legalitas dari kolektor yang bertugas:

banner 600x600

1. Surat Kuasa/Surat Tugas: Meminta bukti legalitas dari perusahaan pembiayaan atau badan hukum mana kolektor tersebut mewakili.

2. Kartu Sertifikasi: Memastikan bahwa kolektor yang bersangkutan telah memiliki sertifikasi profesi.

banner 600x600

3. ⁠Sertifikat Fidusia: Jika kreditur ingin melakukan eksekusi penarikan, mereka wajib menunjukkan Sertifikat Fidusia, yang menyatakan objek kredit telah terdaftar sebagai jaminan. Tanpa sertifikat ini, kolektor tidak memiliki hak eksekutorial.

Tindakan yang melanggar hukum dapat dikenakan sanksi pidana, baik kepada kolektor maupun debitur:

– Kekerasan dan Pengancaman: Tasrif memperingatkan, tindakan kekerasan, pengancaman, atau pemukulan oleh kolektor di lapangan merupakan tindak pidana murni. Masyarakat yang mengalami hal tersebut disarankan untuk segera mencari kantor polisi terdekat untuk mediasi atau membuat laporan.

– Pelanggaran Fidusia: Debitur yang menjual, menggadaikan, atau meng-oper alih objek kredit secara sepihak tanpa sepengetahuan perusahaan pembiayaan melanggar Undang-Undang Fidusia dan terancam hukuman 2 tahun penjara.

⁠Iktikad Baik Debitur adalah Kunci

Bagi konsumen yang mengalami penurunan kemampuan finansial (misalnya karena PHK), Tasrif menyarankan agar segera datang ke kantor perusahaan pembiayaan untuk menunjukkan “iktikad baik”.

“Dengan alasan yang dapat dibuktikan, debitur bisa mengajukan restrukturisasi kredit kepada kreditur. Jika mereka datang baik-baik dan melaporkan keadaannya, perusahaan akan mencarikan solusi dan tidak akan langsung mengalihkan penagihan kepada pihak ketiga,” jelasnya.

Tasrif juga mengimbau aparat penegak hukum (Polri) untuk selalu memeriksa legalitas pelapor. Laporan pidana terkait penarikan akan sulit ditindaklanjuti jika pelapor ternyata adalah pihak ketiga yang menerima gadai atau beli putus tanpa BPKB.