HukumID | Jakarta – Ahli hukum perdata dari Universitas Nasional, Prof. Basuki Rekso Wibowo kembali mempertegas bahwa transaksi antara PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) dan Hary Tanoe adalah tukar menukar.
Basuki dihadirkan sebagai ahli oleh pihak PT CMNP, yang diwakili tim kuasa hukum Law Firm Lucas, S.H. & Partners, dalam persidangan perkara perdata dugaan perbuatan melawan hukum terkait NCD palsu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025).

Dalam keterangannya dalam persidangan, sejak awal, Basuki menegaskan bahwa karakter hukum suatu transaksi tidak semata ditentukan oleh istilah yang tertulis dalam dokumen, tetapi oleh fakta pelaksanaan. Menurutnya, ketika objek yang dipertukarkan adalah barang dengan barang tanpa adanya pembayaran uang, maka transaksi tersebut merupakan tukar-menukar, bukan jual beli.
“Dalam jual beli selalu ada penyerahan uang sebagai harga. Jika yang terjadi adalah pertukaran surat berharga dengan surat berharga tanpa uang, maka itu tukar-menukar,” jelasnya di hadapan Majelis Hakim,

Basuki menerangkan bahwa alat bukti seperti perjanjian, dokumen serah terima, dan keterangan saksi menjadi faktor penentu untuk menilai jenis transaksi yang sesungguhnya terjadi.
Jika tanda terima menunjukkan CMNP menyerahkan surat berharganya dan menerima surat berharga milik pihak Hary Tanoesoedibjo dan PT MNC Investama Tbk (MNC), maka secara hukum hal tersebut menggambarkan pertukaran barang dengan barang. Ia menambahkan bahwa kedua pihak juga tidak pernah menyampaikan keberatan pada saat pertukaran dilakukan. Bahkan, pihak telah menjual surat berharga yang diperolehnya dari CMNP kepada pihak lain, yang menunjukkan bahwa Hary Tanoesoedibjo dan PT MNC Investama Tbk (MNC) mengakui pertukaran tersebut.

“Dengan bukti-bukti seperti itu, jelas bahwa transaksi tersebut adalah tukar-menukar,” tegas Basuki.
Dalam perkara ini, CMNP memberikan surat berharganya dalam Rupiah, dan menerima surat berharga dalam Dolar dari pihak PT Bhakti Investama/MNC Asia Holding. Namun kemudian diketahui bahwa surat berharga yang diterima CMNP tidak dapat dicairkan karena melanggar ketentuan Bank Indonesia.

Menanggapi ilustrasi tersebut, Prof. Basuki menyatakan bahwa kewajiban PT Bhakti Investama/MNC Asia Holding tidak berakhir hanya karena surat berharga telah diserahkan.
“Hubungan hukum itu selesai ketika surat berharga yang diterima CMNP dapat dicairkan dananya. Jika tidak dapat dicairkan, CMNP tetap berhak menuntut pemenuhan kewajiban dari pihak B dan PT Bhakti Investama/MNC Asia Holding,” ujarnya.
Dalam dokumen kesepakatan, nama perusahaan asing Drosophila tercantum sebagai “pembeli”. Namun perusahaan tersebut tidak pernah menandatangani dokumen, tidak terlibat dalam negosiasi, tidak hadir dalam pelaksanaan transaksi, dan tidak menyerahkan uang ataupun barang kepada CMNP.
Menurut Basuki, berdasarkan Pasal 1338 dan 1340 KUHPerdata, perjanjian hanya mengikat para pihak yang masuk dan menandatanganinya. Karena perusahaan Drosophila tidak pernah menjadi pihak dalam perjanjian, maka CMNP tidak memiliki hubungan hukum apa pun dengan perusahaan tersebut.
“Penyebutan nama saja tidak menciptakan hubungan hukum. Yang terikat adalah CMNP di satu sisi, serta B dan PT Bhakti Investama/MNC Asia Holding di sisi lain,” tegasnya.
Ia juga menolak anggapan bahwa CMNP dapat dianggap mengakui hubungan hukum dengan perusahaan Drosophila hanya karena nama Drosophila disebut dalam dokumen.
“Tidak bisa disederhanakan seperti itu. Tanpa keterlibatan dan tanda tangan, tidak ada hubungan kontraktual.”tandasnya.
Basuki juga menanggapi pertanyaan mengenai sah tidaknya putusan NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) apabila perusahaan asing Drosophila tidak ditarik sebagai tergugat. Ia menjelaskan bahwa justru memasukkan Drosophila sebagai tergugat adalah tindakan keliru.
“Karena tidak ada hubungan hukum antara CMNP dan perusahaan D (Drosophila), tidak ada dasar untuk menggugat D (Drosophila). Jika D (Drosophila) dimasukkan, itu justru error in persona,” ujarnya.
Menurutnya, gugatan yang diajukan CMNP terhadap pihak yang benar, yaitu B dan PT Bhakti Investama/MNC Asia Holding, sudah tepat secara hukum. Karena itu, ketidakhadiran perusahaan Drosophila tidak dapat dijadikan alasan untuk menyatakan gugatan tidak dapat diterima.

Usai sidang, salah satu kuasa hukum CMNP Jennifer Angeline Herianto menegaskan bahwa keterangan ahli tersebut menguatkan posisi dan dasar gugatan CMNP.
Menurutnya, fakta bahwa surat berharga yang diberikan PT Bhakti Investama/MNC Asia Holding tidak dapat dicairkan membuktikan bahwa kewajiban mereka belum dilaksanakan sebagaimana mestinya.
“CMNP telah memenuhi bagiannya dalam transaksi. Namun pihak lawan memberikan surat berharga yang terbukti tidak sah dan tidak bisa dicairkan. Secara hukum, kewajiban mereka belum selesai. Karena itu CMNP berhak untuk menuntut pemenuhan kewajiban tersebut,” tegas Jennifer.
Menurutnya, fokus utama perkara ini tetap pada kewajiban hukum MNC.
“Keterangan Prof. Basuki semakin menegaskan bahwa yang bertanggung jawab adalah pihak yang melakukan pertukaran itu sendiri. Dan itu adalah PT Bhakti Investama/MNC Asia Holding, bukan perusahaan asing yang hanya dicantumkan namanya,” pungkasnya.











