HukumID.co.id, Jakarta – Setelah mangkrak 4 tahun, Polisi kembali melakukan gelar perkara lanjutan terkait kasus dugaan mafia tanah dengan terlapor AS, FF dan Notaris LSN, Jum’at (9/8/2024). Dr. Dra. Risma Situmorang S.H., M.H selaku kuasa hukum beserta keluarga pelapor turut hadir.
“Kami hadir sebagai kuasa hukum bersama anak korban. Hari ini telah dilakukan gelar perkara oleh Unit 1 Harda Polda Metro Jaya dengan melibatkan pihak eksternal yaitu Propam, Wasidik dan dari bidang hukum,” kata Risma usai gelar perkara.
Risma menjelaskan dalam gelar perkara itu Mereka ingin mengetahui ada kesulitan apa dari pihak penyidik, sehingga laporan dari tahun 2021 sampai sekarang belum bisa menetapkan tersangka. Padahal alat buktinya sudah lebih dari cukup, sebagaimana pasal 184 KUHAP mengatakan 2 alat bukti surat, saksi, keterangan ahli dan petunjuk.
“Keterangan saksi sudah lebih dari 8, keterangan ahli dari UI bidang Kenotariatan dan surat berupa transaksi yang dapat dipastikan hasil rekayasa para terduga komplotan mafia tanah. Karena pada tanggal 29 November 2017 seolah-olah ada peminjaman uang, namun justru malah terkuras dan saldo rekening hanya tersisa 28 juta,” ucapnya.
“Saya capek menjelaskan ke penyidik selama 4 tahun tidak mengerti juga. Alat buktinya sudah cukup, tersangka sudah jelas di depan mata,” sambung Risma mengungkapkan kekesalanya.
Risma menyebut perkara ini sangat mudah asalkan ada kemauan dari kepolisian untuk menuntaskannya. “Kalau meminjamkan uang konteksnya berbeda dengan jual beli, kalau jual beli harus ada pembayaran. Dan jika ada jual beli seharusnya kan sertifikat diserahkan kepada notaris,” jelasnya.
Dalam gelar perkara itu, risma menyebut terlapor feri mengatakan 2 sertifikat almarhum itu diserahkan Bank BCA Pondok Indah, lantas karena dia merasa sudah melakukan pembayaran kemudian dia ambil.
“Jadi saya sudah bilang ke penyidik kalau memang serius ini bukan perkara sulit, tinggal kemauan dari kepolisian karena objeknya jelas, terlapor yang menjadi tersangka jelas dan alat buktinya sudah lebih dari aturan KUHAP,” tegasnya.
Lebih lanjut, Risma menduga bukti dari pihak terlapor itu palsu, karena sudah ada hasil dari Laboratorium Forensik Mabes Polri yang hasilnya bahwa pada tandatangan korban Reni Burhan itu palsu atau non identik pada semua akta-akta dan standing straction.
“Kami juga sudah jelaskan uang yang seolah-olah masuk ke rekening almarhum (korban) saat waktu yang sama uang itu di transfer juga kepada kelompok Arnold dkk,” ucapnya.
“Kami berharap negara ini adalah negara hukum tidak satupun orang kebal hukum, ketika semua bukti-bukti dan fakta sudah jelas maka harus segera ditetapkan tersangkanya, limpahkan ke Kejaksaan dan sidangkan. Biarlah Pengadilan yang membuktikan,” harap Risma.
Ditempat yang sama, anak korban Marcella Burhan Ali berharap agar semuanya cepat jelas karena ini sudah bertahun-tahun di proses namun tidak selesai. Sebab dengan adanya kasus ini ibu saya stres sampai mengakibatkan meninggal dunia, bahkan sertifikat sudah dibalik nama.
“Kami tidak pernah menerima pembayaran yang masuk, walaupun mereka katakan kita sudah terima pembayaran tetapi kenyataannya tidak,” ungkap Marcella didampingi Risma.
Tak sampai disitu, kebengisan komplotan mafia ini pernah melakukan ancaman dimana rumah mereka dikepung sekitar 20 preman menggedor-gedor rumah, sampai kami ketakutan sekitar 11 malam.
“Jadi saya sangat berharap kepada kepolisian agar adil menegakkan hukum,” harap Marcella.
Setelah mendapatkan berita tersebut, Tim HukumID melakukan penelusuran terhadap kantor notaris berinisial LSN yang diduga membuat akta palsu tersebut.
Sampailah kita di bilangan Kebayoran Baru, dimana kantor notaris tersebut berdiri. Ketika dimintai keterangan lebih lanjut, LSN melalui staf kantornya menolak dengan alasan sibuk.
“Maaf, Ibu sedang sibuk sampai seminggu mendatang,” ucap staf tersebut.
Dengan menolak dimintai konfirmasi, semakin menguatkan adanya dugaan persekongkolan notaris LSN terhadap mafia tanah tersebut.
(Insan Kamil)