JAM-Pidum Terapkan Keadilan Restoratif pada Perkara Penadahan di Doggala dan Perkara Narkoba di Padang

Hukum577 Dilihat

HukumID.co.id, Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 15 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Senin 23 September 2024.

Salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap tersangka Herman bin Ladama dari Kejaksaan Negeri Donggala, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

banner 600x600

Bermula pada Senin, 22 Juli 2024 sekitar jam 13.00 WITA saat herman berada di rumah sedang mencetak bato, kemudian datang saksi Didit alias Didi meminta tolong  membeli 1 (satu) unit hp vivo warna merah, dengan harga Rp 150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah). Didi mengatakan bahwa uang hasil penjualannya akan digunakan untuk membeli makanan.

Kemudian tersangka mengatakan bahwa yang bersangkutan tidak punya uang, namun saksi tetap mengatakan “tolong sekali saya dulu, saya mau beli makanan”. Kemudian tersangka membeli 1 (satu) unit hp vivo warna merah dengan harga Rp 150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah) tersebut, yang mana pada saat itu anak tersangka sedang butuh hp buat untuk sarana belajar. Setelah tersangka membayar 1 (satu) unit hp vivo warna merah, saksi Didit alias Didi pulang kembali ke rumahnya.

banner 600x600

Abat perbuatan tersangka, saksi Rini Darmastuti mengalami kerugian sebesar Rp 6.000.000,- (enam juta rupiah).

Kepala Kejaksaan Negeri Donggala Fahri,dan jajarannya menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

banner 600x600

Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban. Setelah itu, korban menerima permintaan maaf dari tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh tersangka dihentikan.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Donggala mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Senin, 23 September 2024.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain telah dilaksanakan proses perdamaian di mana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, tersangka belum pernah dihukum; tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya; proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, pksaan, dan intimidasi; tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar; pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespon positif.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. 

Penyalahguna Narkotika di Padang

Jaksa Agung juaga, melalui melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, menyetujui 1 (satu) juga melakukan pengajuan permohonan penyelesaian perkara berdasarkan Restorative Justice (keadilan restoratif) dalam tindak pidana narkotika pada ekspose perkara yang diselenggarakan secara virtual pada Senin 23 September 2024.

Adapun berkas perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif, yaitu tersangka Widodo Caniago pgl Dodo bin Mara Ganti dari Kejaksaan Negeri Padang, yang disangka melanggar Kesatu Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Kedua Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Ketiga Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Alasan disetujuinya permohonan rehabilitasi terhadap Tersangka yaitu berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, Tersangka positif menggunakan narkotika; berdasarkan hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect, tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user); tersangka tidak pernah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO);

Se;ain itu berdasarkan hasil asesmen terpadu, tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalah guna narkotika; tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali, yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang;  dan tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar, dan kurir terkait jaringan narkotika.

“Kepada Kepala Kejaksaan Negeri Padang dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa,” pungkas JAM-Pidum.

(GDS)