Oleh: Perry Cornelius Sitohang Fredrick J. Pinakunary
Pada hari ini, dua advokat profesional Kenny Wisha Sonda dan Tony Budidjaja, menghadapi dakwaan pidana yang dinilai berlebihan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kedua kasus ini mencerminkan tantangan serius dalam penegakan hukum di Indonesia.
Kasus Kenny Wisha Sonda
Sebagai penasihat hukum untuk perusahaan asing ENERGY EPIC EQUITY (SENGKANG) PTY, LTD, Kenny memberikan pendapat hukum terkait kerja sama perusahaan tersebut dengan mitra lokal.
Namun, pendapat hukum tersebut justru menjadi dasar dakwaan terhadapnya, di mana ia dituduh terlibat dalam tindakan perusahaan yang belum membagi keuntungan kepada mitranya karena adanya kewajiban kepada kreditor bank.
Bahkan sebelum terbukti bersalah, Kenny sempat ditahan selama 45 hari. Berkat solidaritas rekan-rekan advokat dan masyarakat, penahanan tersebut ditangguhkan dengan jaminan Rp50 juta. Meskipun kedua perusahaan telah mencapai kesepakatan, Kenny tetap harus menjalani proses hukum yang berlarut-larut.
Kasus Tony Budidjaja
Tony dituduh mencemarkan nama baik dan membuat laporan palsu setelah membela kliennya dalam pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesia. Ironisnya, laporan awal Tony terhadap pihak termohon eksekusi dihentikan penyelidikannya, sementara laporan balik oleh termohon justru berlanjut hingga proses pidana.
Dalam kedua kasus tersebut, penasihat hukum Kenny dan Tony telah menghadirkan ahli Dr. Albert Aries, SH, MH, seorang pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti dan anggota Tim Ahli KUHP Baru, untuk memberikan kesaksian yang meringankan. Kehadiran Dr. Albert secara pro bono adalah wujud nyata dedikasi untuk transformasi hukum di Indonesia.
Implikasi dan Seruan Perubahan
Kedua kasus ini tidak hanya menjadi sorotan masyarakat hukum, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran terhadap kepercayaan investor asing atas kepastian hukum di Indonesia.
Jika para ahli hukum dapat menjadi terdakwa karena menjalankan tugas profesional mereka, bagaimana dengan masyarakat awam yang minim pemahaman hukum?
Dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran, diperlukan langkah nyata untuk memperbaiki wajah hukum Indonesia. Pemerintah, DPR, dan Mahkamah Agung harus bersinergi untuk mewujudkan reformasi hukum yang melindungi semua elemen masyarakat, sekaligus memperkuat kepercayaan publik dan dunia internasional terhadap penegakan hukum dan keadilan di Indonesia.
Kuasa Hukum Kenny Sonda