Rekomendasi Komnas HAM atas Penembakan Pelajar di Kota Semarang

Opini577 Dilihat

Hukumid.co.id, Jakarta– Penembakan pelajar yang terjadi di Semarang Kota pada 24 November 2024 lalu mendapat respons cepat dari Komnas Ham. Lembaga itu telah melakukan pemantauan langsung. dari 28 sampai dengan 30 November 2024 di Kota Semarang.

Lembaga itu kemudian mengeluarkan beberapa rekomendasi setelah menemui beberapa pihak antara lain:meminta keterangan Polda Jawa Tengah, Polrestabes Semarang, Bidpropam Polda Jawa Tengah; meminta keterangan keluarga korban dan para saksi;

banner 600x600

Meninjau lokasi tempat terjadinya peristiwa penembakan di sekitar Jalan Candi Penataran Raya   Kalipancur Ngaliyan, dan Jalan Simongan Semarang Kota dan meminta keterangan dari kedokteran forensik dan digital forensik.

Berdasarkan pemantauan tersebut, Komnas HAM menyatakan sebagai berikut :

banner 600x600
  1. Tindakan Sdr. RZ telah memenuhi unsur-unsur adanya pelanggaran HAM berdasarkan Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Hak Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dengan jenis pelanggaran HAM yaitu :

a. pelanggaran hak hidup (Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang HAM Tahun 1999), dan pembunuhan di luar proses hukum (extra judicial killing)

 a.1. Penembakan yang dilakukan Sdr. RZ mengakibatkan meninggalnya  GRO, sehingga menghilangkan hak hidup dari GRO.

banner 600x600

 a.2. Tindakan dari Sdr. RZ adalah pembunuhan di luar proses hukum (extra judicial killing) yaitu dengan telah memenuhi kualifikasi unusr-unsur extra judicial killing sebagai berikut:

a. Adanya pembunuhan dan penembakan yang dilakukan oleh  RZ yang mengakibatkan hilangnya nyawa  GRO, dan luka-luka yang dialami  S dan  A pada sekitar pukul 00.19 WIB tanggal 24 November 2024 di depan minimart Candi Penataran Semarang Kota.

b. Dilakukan oleh aparat negara,  RZ sebagai anggota Sat Res Narkoba Polrestabes Semarang, dan aparat penegak hukum (kepolisian).

c. Tidak dalam pembelaan diri (self-defense),  RZ tidak sedang menjalankan tugas dan tidak dalam posisi terancam atas lewatnya sepeda motor yang dikendarai oleh tiga korban tersebut.

d. Tidak dalam menjalankan perintah undang-undang, RZ tidak sedang menjalankan perintah undang-undang untuk menembak tiga korban tersebut.

2. Pelanggaran hak untuk bebas dari perlakukan yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat kemanusiaan (Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia):

 a. Tindakan penembakan Sdr. RZ secara sengaja dan tidak mempunyai kapasitas berdasarkan undang-undang telah mengakibatkan hilangnya nyawa Sdr. GRO dan luka yang dialami Sdr. S dan Sdr. A adalah bentuk perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat kemanusiaannya.

b. Tindakan penembakan melanggar prinsip-prinsip dalam Pasal 3 Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, yaitu legalitas, nesesitas, proporsionalitas, kewajiban umum, preventif, dan masuk akal.

c. Pelanggaran Hak atas Perlindungan Anak (Pasal 52 ayat (1) Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia).

Tiga korban yaitu GRO,  S, dan  A statusnya adalah anak (berusia di bawah 18 tahun).  RZ sebagai aparatur negara (anggota Polri) seharusnya tidak melakukan penembakan terhadap anak-anak tersebut, dan kepolisian dilarang untuk menggunakan senjata api ketika berhadapan dengan anak-anak.

Berdasarkan hal tersebut, Komnas HAM merekomendasikan sebagai berikut :

  1. Kapolda Jawa Tengah untuk:

 a. Melakukan penegakan hukum secara adil, tranparan, dan imparsial, baik etika, disiplin, dan pidana kepada oknum RZ.

b. Melakukan evaluasi secara berkala atas penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian di lingkungan Polda Jawa Tengah, termasuk assesment psikologi secara berkala.

 c. Memberikan evaluasi pemahaman dan atau pengetahuan anggota polisi di lingkup Polda Jawa Tengah mengenai Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, khususnya untuk polisi tingkat Bintara.

d. Melakukan penegakan hukum terhadap kasus tawuran secara humanis.

e. Melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga negara lain di tingkat provinsi untuk mengatasi permasalahan tawuran di wilayah hukum Polda Jawa Tengah.

2. Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk memberikan perlindungan saksi dan korban, termasuk pemulihan bagi keluarga korban atas peristiwa tersebut.