Mayat di Unpri Ternyata Cadaver. Apa Sebenarnya Cadaver ? Berikut Penjelasannya

Nasional509 Dilihat

HukumID.co.id, Jakarta – Penemuan mayat di Universitas Prima Indonesia (Unpri) Medan menghebohkan dunia maya. Setelah ditelusuri lebih lanjut, polisi menyatakan bahwa mayat di lantai 15 Universitas Prima Medan merupakan cadaver yang didapat secara legal.

“Administrasi yang sudah kami peroleh bahwa itu adalah cadaver yang diperoleh secara legal,” kata Kapolda Sumut Irjen Agung Setya Imam Effendi di Polda Sumut, Kamis (14/12/2023).

Apa itu cadaver ?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), cadaver atau dalam bahasa Indonesia disebut kadaver adalah jenazah atau mayat. Kadaver yakni jenazah atau mayat ini biasanya digunakan oleh mahasiswa kedokteran untuk praktikum anatomi.

Aturan yang mengatur tentang penggunaan kadaver atau mayat manusia untuk kepentingan medis, pendidikan, dan riset telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 120 ayat (1) dan (2).

  • Pasal 120 ayat (1)

Untuk kepentingan pendidikan di bidang ilmu kedokteran dan biomedik dapat dilakukan bedah mayat anatomis di rumah sakit pendidikan atau di institusi pendidikan kedokteran.

  • Pasal 120 ayat (2)

Bedah mayat anatomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap mayat yang tidak dikenal atau mayat yang tidak diurus oleh keluarganya, atas persetujuan tertulis orang tersebut semasa hidupnya atau persetujuan tertulis keluarganya.

Bagaimana cara mendapatkan cadaver secara legal ?

Aturan yang mengatur mendapatkan cadaver tertuang dalam PP no 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat dan Atau Jaringan Tubuh Manusia yang diperbarui dengan Peraturan Pemerintah (PP) 53 Tahun 2021 tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh, pasal 5 dan pasal 2.

“Untuk bedah mayat anatomis diperlukan mayat yang diperoleh dari rumah sakit dengan memperhatikan syarat-syarat sebagaimana dimaksud data Pasal 2 huruf a dan c,” bunyi pasal 5.

Sedangkan pasal 2 berbunyi.

a. Dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat setelah penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum dapat ditentukan dengan pasti.

b. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila diduga penderita menderita penyakit yang dapat membahayakan orang lain atau masyarakat sekitarnya.

c. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila dalam jangka waktu 2 x 24 (dua kaii duapuluh empat) jam tidak ada keluarga terdekat dari yang meninggal dunia datang ke rumah sakit,” bunyi pasal 2 huruf c. (Insan Kamil)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *