Negara rugi Rp 9 Triliun, Mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Dalang Utamanya

Peradilan, Tipikor213 Dilihat

HukumID.co.id, Jakarta – Emirsyah Satar mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia didakwa melakukan korupsi yang juga melibatkan Soetikno Soedarjo terkait pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 yang mengakibatkan kerugian negara sebesar USD 609 juta atau Rp 9,37 triliun.

Dalam kasus ini, Soetikno Soedarjo disebut jaksa menerima USD 1.666.667,46 (USD 1,66 juta) dan Euro 4.344.363 (4,344 juta Euro) atau jika ditotalkan dalam rupiah sekitar Rp 96.983.972.700 (Rp 96,9 miliar)

“Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya diri Terdakwa Emirsyah Satar atau memperkaya orang lain yakni Agus Wahjudo Hadinoto Soedigno, Soetikno Soedarjo atau memperkaya korporasi yaitu Bombardier, ATR, EDC/Alberta sas dan Nordic Aviation Capital Pte, Ltd (NAC), yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara Cq PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, seluruhnya sebesar USD 609.814.504,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (18/9/2023).

“Soetikno Soedarjo sebesar USD 1.666.667 dan EUR 4.344.363,” imbuh jaksa.

Soetikno Soedarjo merupakan pemilik PT Mugi Rekso Abadi (PT MRA), PT Ardyaparamita Ayuprakarsa (PT AA) dan Hollingworth Management lnternasional (MRI). Soetikno juga sebagai pihak intermediary (commercial advisor) yang mewakili kepentingan Avions de Transport Regional (ATR) dan Bombardier.

Jaksa mengatakan ada lima alternatif pengadaan pesawat sub-100 yakni Comac ARJ21-900, Bombardier CRJ-1 000, Embraer ER-190, Sukhoi SSJ 1 00 dan Mitsubishi MRJ90. Namun, hanya dua armada yang memenuhi ketersediaan pesawat tahun 2012 yakni Bombardier dan Embraer.

“Dengan mempertimbangkan bahwa dari pemilihan armada sub-1 00 ini adalah ketersediaan pasar dan mature aircraft, maka Bombardier dan Embraer merupakan pabrikan pesawat yang sudah mature dalam pasar, selain itu kebutuhan akan sub-100 seaters ini adalah untuk tahun 2012, dan yang dapat memenuhi ketersediaan pesawat pada tahun 2012 hanya dua manufacture yaitu Bombardier CRJ-1 000 dan Embraer E190,” ujarnya.

Sementara itu, Emirsyah Satar mendapatkan keuntungan USD 200.000 dan SGD 1.181.763 (SGD 1,181 juta).

“Terdakwa Emirsyah Satar sebesar USD 200.000 dan sebesar SGD 1.181.763,” kata jaksa.

Lebih lanjut Jaksa mengatakan Emirsyah mengubah kriteria penilaian pesawat dengan menggunakan perhitungan NVP dan RR di mana kriteria ekonomi adalah penilaian yang paling utama, sedangkan kriteria lainnya bukan merupakan prioritas. Pengubahan kriteria penilaian itu pun memenangkan pesawat CRJ-1 000 dibandingkan pesawat Embraer E-190.

“Merubah metode penilaian kriteria yang memenangkan Bombardier sebagaimana yang diperintahkan oleh Terdakwa Emirsyah Satar,” kata jaksa.

Jaksa menyakini Emirsyah Satar melanggar dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana.(Insan/Alam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *