Putusan MK Terkait Capres-cawapres Bersifat Final, Lucas : Tapi Tidak Bisa Dilakukan Secara Serta-merta

Hukum, Tatanegara346 Dilihat

HukumID.co.id, Jakarta – Menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materiil UU Pemilu, advokat senior sekaligus pakar hukum Lucas SH., CN menilai putusan hukum yang telah diketok palu memang bersifat final dan tidak ada upaya hukum apapun yang dapat membatalkannya. Tapi ia mengingatkan keputusan itu tidak dapat dilaksanakan secara serta-merta.

“Lalu bagaimana mengeksekusinya? Jika dipaksakan malah menjadi polemik dan tidak membawa manfaat bagi penegakan hukum,” ucapnya, Sabtu (21/10/2023).

Lucas mengatakan, ada cara lain untuk bisa ‘membatalkan’ keputusan tersebut. Dengan melayangkan gugatan terhadap penyelenggara pemilu, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU), sebagai eksekutor putusan dari uji materiil perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Jadi yang dimaksudkan bisa dibatalkan itu adalah sikap dari KPU yang menerima pendaftaran, menafsirkan seolah-olah bisa menerima capres dan cawapres yang berusia di bawah 40 tahun tetapi pernah menjadi kepala daerah tingkat kota madya atau tingkat kabupaten. Tindakan itu bisa dibatalkan dengan menggugat ke pertunjukan,” tuturnya menjelaskan.

Ia menegaskan putusan MK yang menambahkan bunyi pasal soal syarat maju sebagai capres-cawapres, dianggap merombak dunia hukum dan politik tanah air oleh banyak pemerhati hukum.

Setelah diteliti, sambung dia, terdapat empat hakim tidak setuju atau dissenting opinion . Lucas mengingatkan pertimbangan hakim dan amar keputusan itu merupakan satu kesatuan. “Saya menjelaskan kesimpulan ini, tidak dapat dieksekusi ,” ucap dia.

Lucas berpendapat, meskipun keputusan ini dikabulkan dengan komposisi empat menolak dan lima hakim MK menerima dalam keputusannya. Namun sebenarnya ada dua hakim lagi yang tidak setuju dengan gugatan yang diajukan. “Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic (2 Hakim MK), mereka memberikan concurring opinion , setuju tapi kondisional,” kata Lucas.

Dalam penjelasannya, dua hakim di atas menyebut setuju 40 tahun sebagai syarat usia capres dan cawapres atau pernah menjadi gubernur, atau tingkat provinsi, tetapi tidak untuk kepala daerah di tingkat kabupaten/kota.

“Jadi kalau saya simpulkan, tiga hakim setuju dengan umur 40 tahun atau pernah menjadi kepala daerah, itu final.Tetapi dua hakim setuju dengan syarat kepala daerah tingkat provinsi,” terangnya.

Sehingga menurut advokat senior itu, putusan MK atas perkara 90/PUU-XXI/2023 harus benar-benar diperhatikan sebelum dieksekusi.

“Jangan sampai penyelenggara negara dan juga penyelenggara pemilu, salah menafsirkan keputusan fenomenal yang membuat geger republik ini,” pungkasnya.(Insan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *