Hukumid.co.id, Jakarta – Pengadilan Tipikor secara resmi memvonis HM berupa 6 tahun dan 6 bulan penjara, denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti Rp 210 miliar subsider 2 tahun penjara. Vonis tersebut terkait korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 s.d. 2022.
Di mana vonis ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum di mana terdakwa dituntut 12 tahun penjara, membayar denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti Rp 210 miliar.
Akan vonis ini Komisi Yudisial (KY) pun merespon hal ini. Bagi KY sendiri atas vonis ini akan
menimbulkan gejolak di masyarakat. Di mana selama persidangan berlangsung, KY berinisiatif menurunkan tim untuk melakukan pemantauan persidangan.
Beberapa di antaranya saat sidang menghadirkan ahli, saksi a de charge dan saksi. Hal ini sebagai upaya agar hakim dapat menjaga imparsialitas dan independensinya agar bisa memutus perkara dengan adil.
Untuk itu KY juga akan melakukan pendalaman terhadap putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tersebut untuk melihat apakah ada dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang terjadi. Namun, KY tidak akan masuk ke ranah substansi putusan. Adapun forum yang tepat untuk menguatkan atau mengubah putusan, yakni melalui upaya hukum banding.
Disisi lain KY juga mempersilakan masyarakat melapor apabila ada dugaan pelanggaran kode etik hakim dalam kasus tersebut. Namun, KY meminta agar laporan tersebut disertai bukti-bukti pendukung agar dapat diproses.
*/LT