HukumID.co.id, Jakarta – Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia (TAPHI) mempertanyakan Terbitnya Perpres 59/2024 yang membuat besaran iuran BPJS Kesehatan menjadi tunggal pada Juli 2025. Akibatnya menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan masyarakat.
Perwakilan TAPHI, Biren Aruan menerangkan pihaknya memperoleh dua pertanyaan dari masyarakat, pertama, apakah iuran BPJS tunggal tersebut akan berlaku permanen atau tidak akan ada kenaikan lagi? Kedua, apakah perbedaannya pelayanannya peserta BPJS Kesehatan dan peserta non BPJS Kesehatan setelah kelas standar tersebut.
Menanggapi hal tersebut, TAPHI menilai potensi ketidakadilan akan hadir secara nyata apabila Perpres tersebut tidak dibatalkan. “Beberapa alasannya, pertama, iuran BPJS Kesehatan secara historis selalu mengalami perubahan tarif naik bukan perubahan tarif turun” kata Biren dalam keterangan tertulisnya (Senin, 20/5/2024).
“Kedua, peserta BPJS Kesehatan masih harus mengikuti loket pelayanan yang sedikit di rumah sakit. Idealnya 4 loket untuk peserta BPJS Kesehatan, yang kita telusuri paling banyak 2 loket,” lanjut Biren.
Alasan ketiga, pelayanan di Unit Gawat Darurat untuk peserta BPJS Kesehatan, pasien atau keluarga pasien diminta mengambil sendiri obatnya di farmasi rumah sakit. Bayangkan jika dalam keadaan darurat, obat yang seharusnya diberikan masih kena antrian di farmasi ini bagaimana.
“Seharusnya ada farmasi khusus yang melayani peserta BPJS Kesehatan bukan digabung seperti yang sudah berjalan,” tandas Biren
Atas hal tersebut, TAPHI akan menguji Perpres 59/2024 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung karena dinilai berpotensi menimbulkan gejolak sosial dan ketidakadilan.
Selain Biren, rekan-rekan Advokat lain diantaranya Indra Rusmi, Johan Imanuel, Yogi Pajar Suprayogi, Intan Nur Rahmawanti yang juga bergabung dalam Tim Advokasi Peduli Hukum akan menjadi Pemohon. (Insan Kamil)