Diduga Ada Pembiaran Kasus Mafia Tanah, Oknum Aparat Lindungi Pelaku AS?

Nasional1228 Dilihat

HukumID.co.id, Jakarta – Dugaan kasus mafia tanah kembali terjadi di Ibukota. Terbaru dialami oleh ahli waris Reni Burhan. Korban mempercayakan Dr. Dra. Risma Situmorang, SH., MH sebagai kuasa hukumnya atas permasalahan yang sedang dihadapinya. 

Setelah mendapatkan surat kuasa dari ahli waris Reni Burhan, Risma Situmorang wanita tangguh yang telah menjadi advokat lebih dari 2 dekade tersebut pun melakukan langkah hukum dengan membuat laporan ke Polda Metro Jaya pada tanggal 23 Februari 2021 dengan nomor perkara :LP/1043/II/YAN 2.5/2021/SPKT PMJ. 

Risma pun heran meskipun laporannya telah lebih dari tiga tahun lima bulan, namun belum ada satupun yang ditetapkan sebagai tersangka. Padahal sudah jelas pelakunya saat ini ada di dalam lapas Cipinang, Jakarta Timur, namun kepolisian belum mau menetapkannya. 

“Adapun persoalan tersebut bermula saat Reni Burhan ingin menjual asetnya di kawasan Kemang, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu kepada Arnold Siahaya. Namun bukannya melakukan penjualan aset Reni Burhan tersebut, justru Arnold membuat seolah-olah ada transaksi utang piutang berjumlah Rp 7,8 miliar,” kata Risma kepada awak media di Jakarta, Selasa (25/6/2024). 

Risma mengatakan padahal utang piutang itupun tidak pernah terjadi karena berdasarkan bukti yang kami dapatkan. Di saat kejadian saldo di rekening Ibu Reni Burhan sekitar Rp 28 juta, namun saat pemindahan dana oleh Arnold cs itu dananya ditarik kembali ke rekening komplotannya sehingga orangtua klien kami pun tidak pernah menikmati uang yang dianggap utang piutang tersebut. 

“Sehingga yang dianggap utang piutang itu hanyalah sebuah akal-akalan belaka untuk menjebak orangtua klien kami menjadi korban mafia tanah,” tuturnya.

“Akibat kejadian tersebut, akhirnya semasa hidup orangtua klien kami mengalami depresi yang sangat tinggi sehingga menyebabkan sang ibu meninggal dunia,” sambungnya.

Sebenarnya beberapa tahun lalu, tepatnya pada tahun 2018, orangtua klien kami sempat membuat laporan ke kepolisian namun di SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) sampai klien kami menguasakan perkara tersebut kepada kami dan kembali membuat laporan polisi di tanggal 23 Februari 2021 lalu. Sesudah membuat laporan di kepolisian pun kami tak tinggal diam, karena kami melihat ada kejanggalan dalam perkara ini yang seakan-akan diperlambat sehingga kami pun bersurat kepada Menkopulhukam, Mabes Polri dan juga ke Menteri ATR/BPN.

“Namun meskipun telah bersurat kepada instansi terkait, tetap saja penyidik di Polda Metro Jaya masih belum menetapkan pelakunya sebagai tersangka. Sampai pada bulan lalu kami mendapatkan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) yang ke sepuluh,” paparnya. 

Padahal, jika ingin menetapkan pelaku sebagai tersangka sangat mudah karena berdasarkan bukti yang kami berikan sudah cukup banyak bukan hanya 2 alat bukti tetapi sudah 20 alat bukti kami berikan kepada penyidik. Dalam hal ini kan kami jadi bertanya-tanya apakah penyidik mau atau tidak menetapkan pelaku sebagai tersangka, jangan jadi seakan-akan penyidik membiarkan mafia tanah terus merajalela. 

Risma pun menyayangkan instansi terkait akan cepat merespon adanya mafia tanah apabila yang menjadi korban adalah mantan pejabat ataupun artis seperti yang dialami oleh Dino Patti Djallal dan Nirina Zubir namun apabila yang menjadi korban adalah orang biasa terlebih hanya anak yatim piatu seakan-akan tidak peduli. 

“Kenapa semua bereaksi dan cepat merespon jika yang menjadi korban adalah Dino Patti Djallal dan Nirina Zubir, tapi ketika itu terjadi pada rakyat kecil seperti klien kami ini kinerja penegakan hukum lambat.Saya tantang pejabat terkait untuk melakukan hal serupa untuk tetap menjaga integritas mereka,” tandasnya. 

Risma menyatakan jika mereka berani berarti integritas mereka memang benar-benar terjaga, karena itu bukanlah hal yang sulit jika mau dilakukan. Apalagi yang terjadi dengan klien kami ini terduganya ada di depan mata, saat ini ada di Lapas Cipinang dan sudah beberapa kali diputus di pengadilan karena telah banyak memakan korban. 

“Persoalan ini pun tak lepas dari peran  seorang Notaris Jakarta Selatan berinisial SNL yang telah membuat akta kuasa jual dan pengosongan. Sehingga kelompok Arnold Siahaya dan Feriyanto mendatangi orang tua klien kami sampai melakukan intimidasi yang membuat depresi sampai meninggal dunia,” terangnya. 

Sambung Risma, Notaris tersebut juga membuat akta bahwa Reni Burhan tidak memiliki anak ataupun suami, okelah kalau dia mengatakan itu adalah kehendak dari para pihak tapi akta kedua dibuat utang dengan jaminan diikuti dengan kuasa menjual, kuasa menjual diikuti kuasa mengosongkan.

“Padahal didalam undang-undang yang berhak mengosongkan akta jual beli adalah pengadilan, sehingga dalam hal itu sudah ketahuan dari niat jahat si Notarisnya, semua akta-akta yang dibuat di hadapan Notaris itu pun telah terbukti non identik dari hasil labkrim dari 12 dokumen yang ditandatangani di hadapan Notaris,” bebernya.

“Dengan kejadian ini kami berharap penegak hukum segera menetapkan para tersangka karena dari bukti yang ada sudah sangat jelas melanggar pasal 263, 264 dan 266. Jangan sampai ini menjadi preseden buruk bagi penegakkan hukum atas pemberantasan mafia tanah yang ada di Indonesia khususnya Jakarta,” pungkasnya. 

Sementara itu sampai berita ini diturunkan Kasubdit Harda Reskrimum Polda Metro Jaya AKBP Ratna Quratul Aini maupun salah satu penyidik Ipda B.Y enggan memberi keterangan kepada awak media.

Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto juga enggan berkomentar lebih jauh terkait kasus ini saat Tim Redaksi HukumID menghubungi melalui pesan singkat yang berbunyi. “Mohon maaf anda sebagai apa, pelapor kah?” jawab Karyoto melalui pesan singkat. 

(Insan Kamil)