HUT IKAHI ke -72, Ketua MA: Hakim adalah Jantung Keadilan

Hukum910 Dilihat

HukumID.co.id, Jakarta – Ketua Mahkamah Agung RI Sunarto, dalam sambutan di acara puncak Peringatan HUT IKHI ke -72 di Jakarta pada  Rabu, 23 April 2025, mengatakan   72 tahun bukanlah usia yang singkat bagi Ikatan Hakim Indonesia.

“Angka ini merefleksikan perjalanan panjang IKAHI, dalam mengukuhkan eksistensinya sebagai wadah silaturahmi dan perjuangan para hakim di tanah air,”ujar Ketua MA.

Selama lebih dari tujuh dekade, Ikatan Hakim Indonesia telah menjadi tonggak penting dalam sejarah hukum Indonesia, menghadapi berbagai tantangan, mengadaptasi perubahan zaman, serta meneguhkan komitmen dalam menegakkan hukum dan keadilan.

Sehubunga dengan tema HUT IKAHI tahun ini yang mengangkat tema “Hakim Berintegritas, Peradilan Berkualitas”, menurut Sunarto tema ini bukan sekadar slogan, tapi sebuah penegasan, bahwa integritas seorang hakim adalah fondasi utama bagi terwujudnya peradilan yang berkualitas.

“Tema Integritas, masih menjadi fokus hakim-hakim Indonesia sejak 3 tahun terakhir. Pada peringatan ulang tahun ke 70 tahun 2023, IKAHI mengangkat tema “Wujudkan Hakim Berintegritas, Raih Kepercayaan Publik”.

Sedangkan pada ulang tahun yang ke-71 tahun 2024, IKAHI mengangkat tema “Hakim Berintegritas, Pengadilan Bermartabat”. Konsistensi dalam mengangkat tema ini mencerminkan, bahwa integritas masih menjadi masalah utama dan menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dan kita benahi bersama.

“Di tengah terpaan badai turbulensi yang mengguncang dunia peradilan saat ini, di tengah tajamnya sorotan terhadap hakim-hakim Indonesia, akibat beberapa peristiwa ironis yang menimpa segelintir rekan kita, tema ini semakin menemukan arti pentingnya,” ujarnya pula.

Rentetan tema dan peristiwa ini menggarisbawahi, bahwa integritas bukanlah sesuatu yang bisa diwujudkan dalam satu malam, melainkan usaha dan komitmen bersama dalam waktu yang panjang.

Hal ini  terbukti melalui tindakan, serta keberanian untuk menolak segala bentuk penyimpangan, konsisten dalam prinsip dan nilai-nilai yang dianut, dan menyatunya sikap, tutur kata dan perbuatan.

Dalam sejarah peradilan, kita telah menyaksikan bagaimana keadilan menjadi cahaya terang, yang memberi harapan bagi mereka yang membutuhkan perlindungan.

“Kita juga tidak menutup mata, bahwa masih ada tantangan yang harus kita hadapi para hakim penegak keadilan, mulai dari godaan penyimpangan, intervensi kepentingan, kompleksitas hukum yang terus berkembang, serta belum memadainya kesejahteraan.”

 Ia mengajak seluruh hakim untuk selalu meningkatkan intelektualitas dan selalu menjaga integritas.

Menurut dia gema ketuk palu seorang hakim, adalah ibarat detak jantung, yang mengalirkan darah keadilan ke urat nadi kehidupan manusia, membawa asa dan harapan bagi masyarakat pencari keadilan. Tanpa hakim yang bertindak dengan nurani dan kebijaksanaan, hukum hanyalah deretan pasal tanpa jiwa, dan keadilan kehilangan makna sejatinya.

Sebaliknya, ketika hakim menyimpang dari kebenaran, meyelewengkan nilai-nilai keadilan, palu yang seharusnya menjadi simbol kepastian hukum dan keadilan, berubah menjadi suara yang menggema dalam kehampaan. Putusan yang semestinya menegakkan keadilan, justru dapat berubah menjadi alat legitimasi ketidakbenaran, menodai makna hukum, sebagai penjaga keseimbangan di dalam kehidupan.

“Ketika integritas hakim tercemar, hukum akan kehilangan otoritas moralnya di tengah masyarakat. Masyarakat yang amat berharap pada keadilan, akhirnya hanya mendapati kekecewaan yang sangat dalam. Sebaliknya, hakim yang menjunjung tinggi integritas, itulah benteng terakhir bagi tegaknya nilai-nilai keadilan, meski dalam kondisi masyarakat seperti apa pun,” tegsnya.

Karena itu, Sunarto menyatakan tak salah bila kemudian B. M. Taverne, seorang yuris terkemuka negeri Belanda, pernah mengatakan: “Berikan aku hakim yang baik, niscaya aku akan tegakkan keadilan, walau seburuk apa pun hukum yang ada saat ini”.

Sunarto mengajak para hakim Indonesia, serta para aparatur Mahkamah Agung dan peradilan, mari kita jadikan ulang tahun ke-72 ini, sebagai momentum untuk meneguhkan integritas, demi terwujudnya pengadilan berkualitas.

“Hindari dan jauhi pelayanan yang bersifat traksaksional, karena hal tersebut akan menjatuhkan kehormatan, wibawa dan martabat korps hakim. Mari kita jadikan sahabat kode etik dan pedoman perilaku hakim. Dengan kode etik, kitab isa menjaga kehormatan diri, keluarga dan institusi.”

Pada akhir sambutannya, Sunarto mengatakan rangkaian acara ini, menjadi bukti nyata bahwa hakim-hakim Indonesia, telah bertekad untuk menjadikan IKAHI, bukan hanya sebagai organisasi profesi, wadah untuk menjalin koneksitas semata, tapi juga homebase guna membangun nilai-nilai solidaritas serta menguatkan intelektualitas.