HukumID.co.id, Jakarta – Pemerintah Republik Indonesia secara resmi menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) atas Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (8/7/2025). DIM diserahkan oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Wamenkumham yang akrab disapa Eddy menyatakan, KUHAP yang berlaku saat ini telah digunakan selama lebih dari 40 tahun. Dalam praktiknya, penerapan hukum acara pidana tersebut menghadapi berbagai tantangan akibat perkembangan sistem ketatanegaraan, hukum nasional dan internasional, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
“Dengan adanya perubahan pada sistem ketatanegaraan, perkembangan hukum, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, maka diperlukan pembaruan KUHAP guna mewujudkan sistem peradilan pidana yang terpadu,” ujarnya di hadapan anggota Komisi III DPR.
Eddy juga menegaskan, urgensi pembaruan KUHAP berkaitan langsung dengan akan diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru pada 2 Januari 2026. Oleh karena itu, prosedur hukum acara pidana perlu disesuaikan agar sejalan dengan substansi materiil dalam KUHP baru.

“Pembaruan hukum acara pidana dimaksudkan untuk mewujudkan sistem hukum yang memiliki nurani keadilan, memberikan kepastian, serta menjamin kemanfaatan hukum. Diharapkan, perubahan ini membawa dampak nyata terhadap proses penegakan hukum,” kata Wamenkum.
RUU KUHAP yang disusun pemerintah juga memuat sejumlah penguatan norma penting. Di antaranya, perlindungan hak tersangka, terdakwa, dan terpidana; pengaturan mekanisme keadilan restoratif; penguatan peran advokat dalam peradilan pidana; pengaturan keberadaan saksi mahkota; serta pengembangan sistem informasi peradilan pidana berbasis teknologi informasi.
“Melalui penguatan-penguatan tersebut, RUU KUHAP diharapkan mampu menjamin hak seluruh pihak dalam proses peradilan baik tersangka, terdakwa, terpidana, saksi, maupun korban serta memperkuat kewenangan aparat penegak hukum yang selaras dengan dinamika ketatanegaraan dan teknologi informasi,” ungkap Eddy.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum dan HAM, Nico Afinta, menjelaskan bahwa penyusunan DIM RUU KUHAP telah melibatkan berbagai elemen, mulai dari tenaga ahli, akademisi, advokat, kementerian dan lembaga terkait, hingga organisasi masyarakat sipil.
“Kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan masukan baik pakar hukum, advokat, maupun koalisi masyarakat sipil. RUU KUHAP ini merupakan hasil kerja kolektif untuk masa depan hukum Indonesia yang lebih baik,” kata Nico.
Pemerintah berharap pembahasan RUU KUHAP di parlemen dapat berjalan konstruktif dan partisipatif, sehingga menghasilkan sistem hukum acara pidana yang modern, berkeadilan, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.







