Saksi Pelapor Akui Terlibat Revisi Proposal Perdamaian, Nahot Silitonga: Dimana Kerugiannya!!

Peradilan, Pidana751 Dilihat

HukumID.co.id, Medan – Kasus pemalsuan surat dengan Louis Jauhari Fransisko Sitinjak sebagai terdakwa memasuki babak baru. Jaksa Penuntut Umum (JPU) hadirkan Andreas Teguh Prakoso Sembiring sebagai saksi pelapor dalam persidangan yang berlangsung di Ruang Sidang Cakra 6 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (6/8/24).

Dalam kesaksiannya Andreas Teguh Prakoso Sembiring mengakui turut serta terlibat dalam merevisi surat proposal perdamaian.

Hal tersebut terungkap saat Andreas dicecar sejumlah pertanyaan ketika sesi tanya jawab antara tim kuasa hukum terdakwa terkait keterlibatan saksi Andreas dalam pembuatan proposal perdamaian tersebut.

“Saya hanya merevisi, tidak ada membuat proposal atau surat yang diduga dipalsukan tersebut,” ujar Andreas dalam persidangan.

Dalam kesempatan itu, kuasa hukum terdakwa pun menanyakan kerugian yang timbul akibat surat proposal perdamaian yang diduga tanda tangannya dipalsukan tersebut. Namun, saksi tak dapat menjelaskannya secara rinci.

Di tempat terpisah, ketua tim kuasa hukum terdakwa, Andreas Nahot Silitonga, menjelaskan kronologi perkara yang menjerat kliennya tersebut. Ia menyebut perkara ini terkait pemalsuan tanda tangan di suatu proposal yang dipakai untuk proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dari PT Johan Sentosa.

“Kasus ini sebenarnya adalah dugaan pemalsuan tanda tangan di suatu proposal yang dipakai proses PKPU dari PT. Johan Sentosa. Di mana terdakwa ini adalah legal dari perusahaan tersebut,” kata Andreas Nahot Silitonga atau yang kerap disapa Nahot.

Dijelaskannya, pelapor mengadukan hal ini atas nama perusahaan PT Johan Sentosa. Ia pun merasa kliennya dirugikan atas seluruh keterangan saksi Andreas.

“Tapi, fakta yang paling penting saya dapat tadi adalah bahwasanya pelapor ini bertindak atas nama perusahaan. Artinya, perusahaan ini dirugikan dari keterangan tadi, jadi bisa sebenarnya perusahaan ini rugi apa tidak. Namun, ternyata banyak hal tadi yang terungkap masalah kerugiannya juga belum jelas,” jelas Ketua DPC AAI Jakarta Pusat tersebut.

Sebab, lanjut dia, ternyata proposal yang dikatakan palsu itu bukan atas nama. Jadi kalau yang namanya atas nama, mau di forensik bagaimana pun tidak bakal identik. 

“Karena tujuan dibuatnya nama itu supaya orang itu tahu yang bertanda tangan di proposal itu bukanlah nama yang tercantum. Maka adanya atas nama (an) di proposal itu tidak menjadikan dia pailit. Karena sudah digambarkan di persidangan proposal ini pun tidak jadi dipakai, pada proposal selanjutnya sudah di tanda tangan dengan benar oleh direksi,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Nahot menegaskan tidak ada kerugian dalam perkara ini. Dia pun bingung entah dari mana kerugian yang timbul sebesar Rp 350 juta sebagaimana dalam dakwaan JPU.

“Sehingga, yang ada di proposal itu mau dibayar denda dengan jumlah Rp 350 juta ternyata pada saat itu perusahaan membayar Rp 500 juta. Perusahaan dengan sukarela membayar Rp 500 juta dalam proposal Rp 300 juta. Jadi ruginya di mana? Justru yang disampaikan dalam proposal yang dikatakan palsu itu lebih kecil dari jumlah yang disepakati oleh perusahaan ini,” cetusnya.

Nahot pun menyayangkan hal tersebut, sampai membuat kliennya ditahan dan duduk di kursi pesakitan. “Itulah yang sangat kami sayangkan dari proses penegakan hukum orang sudah ditahan. Banyak fakta yang nanti akan kami ungkap dalam persidangan ini supaya menjadi jelas, jangan dong penegak hukum menahan orang itu tidak jelas kasusnya seperti apa,” sesalnya.

Sidang lanjutan kasus ini akan kembali digelar pada Rabu mendatang, Nahot berharap Majelis Hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara ini objektif dan bijaksana.

“Semoga Hakim nanti bisa memutuskan dengan baik berdasarkan fakta-fakta yang terungkap. Ternyata pelapornya juga tidak mengerti kerugian perusahaan itu berapa?. pelapor juga tidak mengerti ada beberapa berita acara pemeriksaan (BAP) yang dia perbaiki. Semoga persidangan akan berjalan dengan fair,” harap Nahot sembari menutup percakapan.

(Insan Kamil)