Ada Apa Dengan Pansel Kompolnas?

Nasional565 Dilihat

HukumID.co.id, Jakarta – Panitia seleksi (Pansel) Kompolnas dinilai tidak profesional karena menggugurkan peserta hanya berdasarkan “catatan BNPT” tanpa melakukan klarifikasi dan wawancara langsung. Hal itu diutarakan Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya (LBH KBR) selaku Kuasa Hukum dari Nur Setia Alam Prawiranegara S.H., M.Kn., peserta seleksi Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) 2024-2028.

Salah satu Tim Kuasa Hukum Gregoriou B. Djako menyebut gugurnya Nur Setia Alam Prawiranegara atau yang biasa disapa Nur Alam dalam seleksi komisioner Kompolnas itu, dikarenakan adanya informasi catatan dari BNPT yang menyatakan “Peserta dan atau Keluarganya Terafiliasi Radikalisme dan Teroris”.

“Sehingga untuk menjaga nama baik, harkat dan martabatnya maka Nur Setia Alam Prawiranegara melakukan permohonan klarifikasi atas informasi tersebut dengan bersurat kepada Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Prof. Dr. H. Rycko Amelza Dahniel, M.Si,” kata Gregoriou.

kartu peserta dengan nama Nur Setia Alam Prawiranegara

Ia menjelaskan, surat yang dikirim pada tanggal 22 Agustus 2024 tersebut berisi tentang Permohonan Klarifikasi dan Surat Pernyataan terhadap catatan untuk bahan penilaian Seleksi Anggota Kompolnas tahun 2024-2028 dengan tembusan kepada Pansel Kompolnas dan Presiden RI.

Usai dilayangkan surat tersebut, BNPT merespon sehari setelahnya dengan diadakan pertemuan dan dilanjutkan dengan pelaksanaan klarifikasi dan wawancara pada hari Kamis, 29 Agustus 2024 untuk melakukan pendalaman dari hasil catatan BNPT yang disampaikan kepada Pansel oleh Kolonel Hendro Wicaksono yang merupakan Kasubdit Kontra Propaganda BNPT.

“Dalam pertemuan tersebut Klien kami didampingi Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso,” jelasnya.

Lebih lanjut, dari pertemuan itu, disimpulkan bahwa memang Pansel Kompolnas melayangkan surat resmi untuk mendapatkan informasi terkait profiling para peserta tersebut, kemudian BNPT memberikan informasi dalam bentuk Hipotesa dengan disclaimer Pansel Kompolnas harus melakukan suatu pendalaman dengan cara klarifikasi dan atau wawancara.

“Sehingga informasi hipotesa tersebut tidak dapat serta merta sebagai dasar/landasan untuk menggugurkan peserta tersebut. Pihak BNPT juga berjanji akan memberikan jawaban secara tertulis” terangnya.

Sementara itu, lanjut Gregoriou, dalam seleksi komisioner Kompolnas yang telah berjalan, Pansel Kompolnas belum pernah melakukan pendalaman berupa klarifikasi dan atau wawancara.
“Seharusnya klarifikasi atau wawancara dilakukan oleh Pansel Kompolnas,” paparnya.

Oleh sebab itu, LBH KBR selaku Kuasa Hukum dari Nur Setia Alam Prawiranegara mengajukan Surat Keberatan kepada Pansel Kompolnas dengan permintaan antara lain:

  1. Mendapatkan informasi atas hasil penilaian terhadap Nur Setia Alam Prawiranegara dan para peserta lainnya dan alasan dasar gugurnya pada seleksi anggota Kompolnas 2024-2028.
  2. Membuat Surat Pernyataan bersama sama dengan BNPT untuk membersihkan nama baik dari Nur Setia Alam Prawiranegara yaitu “Tidak Pernah Terafiliasi Radikalisme dan Teroris termasuk tidak pernah mengikuti Akun Radikalisme dan Teroris.
  3. Dalam hal memberikan laporan kepada Presiden dan Menkopolhukam wajib menyatakan dengan jelas bahwa Nur Setia Alam Prawiranegara tidak Terafiliasi Radikalisme dan Teroris baik dirinya maupun keluarganya termasuk pada Akun milik Nur Setia Alam.

“Keberatan ini disampaikan untuk tujuan membersihkan nama baik, harkat dan martabat Nur Setia Alam Prawiranegara beserta Keluarganya karena dengan jelas dan tegas demi Keadilan, Kepentingan Hukum, Kepastian Hukum dan Kehati-hatian bahwa yang bersangkutan tidak pernah beririsan maupun ikut Akun dan atau Paham Radikalisme dan atau Teroris,” tegasnya.

Selain itu, agar Pansel Kompolnas maupun Pansel pansel lainnya dapat bekerja secara professional dalam menilai dan harus terbuka sehingga dapat diketahui oleh masyarakat atas kinerjanya dan mengetahui adanya “Akun Media Sosial Terlarang radikalisme dan teroris” yang dilarang oleh Pemerintah berdasarkan Putusan Pengadilan dan Ketentuan hukum yang berlaku.

“Sehingga tidak menimbulkan akibat buruk bagi kita sebagai Warga negara,” tutupnya.

(Insan Kamil)