Agus Susanto Pertanyakan Keabsahan SK Pemberhentian: Tak Ada Stempel Gubernur, Hanya Ditulis Pulpen!

Hukum988 Dilihat

HukumID | Jakarta — Agus Susanto selaku kuasa hukum dari Tuty Ariesta Lahay, mantan Aparatur Sipil Negara (ASN) di salah satu instansi Pemprov Sulawesi Tengah, angkat bicara soal polemik pemberhentian kliennya yang dinilai janggal dan tidak transparan. Pemberhentian itu kini menjadi perhatian publik, termasuk terkait dampaknya terhadap hak administratif seperti klaim TASPEN dan pembayaran cicilan ke Bank Sulteng.

Menurut Agus, pemutusan hubungan kerja terhadap kliennya terkesan dilakukan secara sepihak dan tanpa dasar administrasi yang sah.

“Kami menerima dokumen SK pemberhentian yang tidak mencantumkan stempel resmi gubernur, hanya bertuliskan nomor dengan pulpen. Bahkan tidak ada keterangan siapa yang menerima atau menandatangani,” ungkap kuasa hukum saat ditemui media, Senin (28/7/2025).

Pihaknya sudah dua kali mengirimkan surat resmi baik ke instansi di daerah maupun pusat untuk meminta klarifikasi, namun belum ada tanggapan.

“Kami sebenarnya tidak ingin bawa ini ke media. Tapi karena surat kami seperti dianggap angin lalu, ya kami berharap melalui media ini bisa dibaca oleh pihak Pemda agar kami bisa dipanggil dan diberi penjelasan,” ujarnya.

Agus juga menegaskan, pihaknya belum mengambil langkah hukum karena masih mengedepankan itikad baik untuk menyelesaikan masalah secara administratif. Namun, ia tak menutup kemungkinan akan membawa perkara ini ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) jika tidak ada respon.

“Ini bukan soal gaji atau uang. Ini soal kejelasan status dan hak seseorang sebagai ASN yang seharusnya dihormati. Jangan sampai di pusat bilang masih ASN, di daerah bilang sudah diberhentikan. Ini membingungkan,” tambahnya.

Sementara itu, Tuti sendiri mengaku telah legowo atas pemberhentiannya, namun mempertanyakan proses dan keabsahan dokumen yang menjadi dasar pemberhentian. Ia mengungkapkan, keterlambatan informasi tentang status pemberhentian membuat klaim TASPEN-nya tertahan.

“TASPEN tidak bisa mencairkan karena belum ada SKPP (Surat Keterangan Pemberhentian Pembayaran) dari BPKAD,” jelasnya.

Masalah lain juga muncul dalam proses klaim asuransi dari Bank Sulteng, yang sebelumnya menolak dengan alasan kadaluarsa, padahal potongan gaji untuk cicilan pinjaman masih berlangsung hingga Mei 2024.

“Saya harus mengembalikan dana hampir Rp14 juta yang saya terima setelah diberhentikan, karena katanya itu kelebihan bayar. Tapi itu bukan salah saya. Itu karena SK pemberhentian tidak langsung diberikan oleh OPD,” keluhnya.

Ia juga mengungkapkan sudah menghubungi langsung Gubernur Sulteng dan menyerahkan bukti-bukti melalui kuasa hukumnya, namun belum ada tanggapan.

“Mungkin karena sibuk. Tapi saya hanya ingin tahu kepastian saja,” ucapnya.

Agus dan Tuty berharap ada itikad baik dari Pemda Sulawesi Tengah dan juga perhatian dari Kementerian Ketenagakerjaan agar pertemuan difasilitasi.

“Kami hanya ingin difasilitasi bertemu. Jangan sampai hak ASN seperti ini diabaikan. ASN juga tenaga kerja negara yang hak-haknya harus dijaga,” tegasnya.