Jakarta, Hukumid- Ahli Hukum Tata Negara dan Konstitusi, Dr Fahri Bachmid menyampaikan saat mengisi kuliah umum yang diselenggarakan oleh Universitas Kanjuruhan Malang (Unikama). Kuliah Umum tersebut dilaksanakan di Auditorium Multikultural Universitas Kanjuruhan Malang, Sabtu, (9/9), dengan mengangkat tema ‘Membangun Kesadaran Hukum dalam Mengelola Pemerintahan Desa Di Era Revolusi Industri 4.0’.
“Capres/capares agar dapat dihadirkan, atau minimal hadir pada mimbar-mimbar akademik untuk mengeksplorer gagasan, pikiran serta visi misinya untuk membangun indonesia lima tahun kedapan, biar pandangan para capres itu dapat diperdebatkan secara terbuka dan terukur,” ucap Dr Fahri Bachmid.
Menurut Dr Fahri Bachmid, pada hakikatnya debat merupakan kaidah kampanye untuk menyampaikan visi, misi, dan program capres/cawapres untuk diketahui publik.
“Jadi debat merupakan alat di mana para kandidat presiden bertemu dan berdebat tentang berbagai topik kontemporer yang relevan dengan pemilihan presiden. Hal ini dilakukan agar terjadi adu gagasan dan dipublikasi secara luas,” kata Dr Fahri mengutarakan sikapnya.
Di samping itu, debat merupakan bentuk komunikasi dengan pemilih dan menjadi tempat untuk menyampaikan juga proyeksi program untuk memimpin negara ke depan serta adu pendapat.
“Secara esensial debat capres dengan format seperti ini adalah sebagai salah satu kesempatan bagi calon presiden untuk menunjukkan keterampilan dan kemampuan mereka dalam menghadapi berbagai tantangan politik dan kebijakan negara,” tutur Fahri Bachmid.
Alhasil, Fahri Bachmid meminta KPU untuk mempertimbangkan konsep serta desain mekanisme debat capres/cawapres 2024 agar diharapkan jauh lebih substansial dan signifikan. Tujuannya agar konstruksi debat capres tidak terjebak pada aspek formalitas serta seremonial belaka.
“Tetapi kepentingan terbesar adalah produk dari kegiatan debat itu menjadi isu yang meyakinkan publik. Untuk itu salah satu elemen penting yang harus diperhatikan oleh KPU ke depan untuk mengevaluasi pemilihan moderator dan tim panel ahli yang jauh lebih kapabel untuk memastikan kelangsungan lalu lintas perdebatan calon kepala negara yang berkualitas tinggi,” tegas Fahri Bachmid.
Fahri Bachmid juga mendorong debat capres/cawapres digelar di kampus. Sebab kampus adalah laboratorium pengetahuan dan intelektual. Sehingga debat capres/cawapres di kampus dinilai tepat mengukur kualitas calon pemimpin bangsa.
“Kampus sebagai laboratorium pengetahuan serta intelektual. Dengan berhimpunya para cedekia agar dapat memainkan peran-peran konstruktif akademik dalam proses konsolidasi demokrasi, demi pemajuan serta perkembangan demokrasi konstitusional di Indonesia,” Pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, belum lama ini, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan kampanye di kampus/lembaga pendidikan diperbolehkan sepanjang tidak membawa atribut kampanye dan mendapatkan izin dari pengelola kampus. Jauh sebelum itu, hakim konstitusi Saldi Isra sudah mendorong supaya kampus tidak fobia politik dan menyambut baik kampanye di kampus.
“Kita terlalu fobia, tidak boleh politik di kampus. Di negara-negara maju pemimpin besar debatnya diadakan di kampus. Nggak apa-apa,” kata Saldi pada Desember 2021.
Dalam mimbar debat itu, Saldi tidak mempermasalahkan bila akhirnya ada dosen yang pro-capres tertentu. Namun dalam batasan etika yang bisa dibenarkan.
“Oh misalnya dosen ini pro ke calon ini, dosen itu pro ke calon itu, sepanjang itu dalam perdebatan akademik, silakan saja. Yang tidak boleh adalah ‘eh kamu harus pilih calon ini ya. Kalau tidak nilainya saya gagalkan’. Itu yang tidak boleh,” ujar Saldi. (Insan)