Dr. Tasrif M. Saleh, S.H., M.H.
Penasihat Inpoint Center
Transisi pemerintahan dari Presiden Joko Widodo ke Presiden Prabowo Subianto berjalan dengan soft landing. Keterikatan politik antara kedua rezim terlihat jelas: Jokowi menjadi salah satu kunci pendukung utama Prabowo dalam kontestasi pemilu. Hal ini bukan hanya karena pasangan Prabowo adalah Gibran Rakabuming Raka, putra kandung Jokowi, tetapi juga karena Prabowo berkomitmen untuk melanjutkan program-program baik dari pemerintahan sebelumnya.
Tanggal 20 Oktober 2025 menandai satu tahun kepemimpinan Prabowo Subianto. Meski transisi berlangsung kondusif, sejumlah dinamika muncul dan patut dicermati. Untuk menilai keberhasilan pemerintahan ini, acuan yang digunakan adalah Asta Cita, yaitu agenda strategis nasional yang dicanangkan Prabowo-Gibran. Namun, mengukur keberhasilan Asta Cita secara menyeluruh dalam satu tahun masih terlalu dini.
Meski begitu, satu tahun pemerintahan ini telah menimbulkan momentum penting, terutama pada program kesejahteraan sosial “Makan Bergizi Gratis (MBG)”. Keberlanjutan dan kualitas program ini akan sangat bergantung pada kemampuan pemerintah mengelola tekanan fiskal dan melakukan reformasi birokrasi secara efektif.
Dua aspek utama yang perlu dievaluasi dari satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran adalah:
1. Kabinet pemerintahan
2. Implementasi Asta Cita, khususnya ketahanan pangan melalui MBG
Catatan Satu: Kabinet
Kabinet Merah Putih di bawah pemerintahan Prabowo dinilai sangat gemuk. Hal ini merupakan bagian dari strategi menjaga stabilitas politik dengan cara mengakomodasi berbagai kekuatan partai pendukung, bahkan termasuk partai-partai yang sebelumnya berseberangan.
Namun, publik tetap kritis karena kabinet besar cenderung berlawanan dengan prinsip efisiensi anggaran. Kabinet ini terdiri atas 109 pejabat, yang meliputi 48 menteri dan 56 wakil menteri, jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan kabinet sebelumnya (sekitar 60 orang). Kabinet Prabowo menjadi yang terbesar sejak Kabinet Dwikora (1966).
Risiko kabinet gemuk antara lain:
* Beban belanja rutin negara meningkat
* Program menjadi tidak efisien
* Tumpang tindih kewenangan antar-kementerian
* Potensi pemborosan dan penyalahgunaan dana
Sebagai contoh, kasus mantan Wakil Menteri Noel yang tertangkap tangan oleh KPK menunjukkan risiko korupsi akibat pembagian kekuasaan yang terlalu luas.
Catatan Dua: Program MBG
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi simbol perhatian sosial pemerintahan Prabowo. Namun, dalam praktiknya, terdapat tiga persoalan utama:
1. Pendanaan
Program MBG menyerap dana sekitar Rp70 triliun per tahun. Angka ini menimbulkan kekhawatiran terkait keberlanjutan fiskal dan risiko defisit APBN.
2. Kualitas dan keamanan pangan
Beberapa kasus keracunan makanan dan rendahnya standar gizi menjadi sorotan publik. Lemahnya pengawasan bahan baku dan dapur membuat makanan tidak memenuhi kebutuhan gizi anak, bahkan berisiko menimbulkan masalah kesehatan.
3. Potensi korupsi dan penyimpangan
Besarnya anggaran membuka peluang praktik korupsi seperti mark-up harga dan kickback pengadaan. Celah ini mengindikasikan lemahnya tata kelola dan pengawasan.
Publik pun mendesak agar program ini dievaluasi menyeluruh, bahkan sebagian pihak meminta agar dihentikan sementara hingga sistemnya diperbaiki.
Harapan untuk Presiden Prabowo
Sebagai pemimpin, Prabowo diharapkan memegang teguh prinsip efektivitas dan integritas. Kedua hal ini menjadi kunci untuk mewujudkan janji-janji kampanyenya.
* Efektivitas: Presiden harus memiliki kabinet yang bekerja produktif. Menteri yang tidak perform harus diganti.
* Integritas: Pemerintahan harus menunjukkan komitmen terhadap *akuntabilitas dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Oleh karena itu, ada tiga rekomendasi utama bagi pemerintahan Prabowo-Gibran:
1. Perombakan Kabinet
Ganti menteri yang dinilai tidak produktif. Sejumlah survei menunjukkan adanya kesenjangan kinerja antar-menteri, terutama di bidang HAM, Koperasi, dan Pembangunan Daerah Tertinggal yang memperoleh “rapor merah”.
2. Pemberantasan Korupsi dan Mafia
Korupsi dan mafia adalah benalu dan parasit negara. Prabowo harus tegas memberantas praktik korupsi, terutama di sektor Sumber Daya Alam (SDA) seperti tambang, kehutanan, dan ekspor.
3. Penciptaan Lapangan Kerja
Pemerintah harus memperluas kesempatan kerja melalui hilirisasi SDA dan pembangunan ekonomi kerakyatan, agar Indonesia tidak sekadar mengekspor bahan mentah, tetapi menjadi negara industri produktif.
Jika tata kelola pemerintahan dijalankan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas, rakyat akan memberikan dukungan penuh. Meskipun implementasi Asta Cita menghadapi tantangan, pemerintahan yang bersih dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat akan melahirkan kepercayaan dan kepuasan publik.