Kejagung Terapkan Keadilan Restoratif pada Perkara Pencurian di Penajem Paser Utara

Nasional383 Dilihat

HukumID.co.id, Jakarta – Melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, Jaksa Agung ST. Burhanuddin menyampaikan lima permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif Senin (19/8/2024).

Salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif kata Asep Nana, yaitu terhadap tersangka Arwan bin Sirajudin dari Kejaksaan Negeri Penajam Paser Utara, yang disangka melanggar Primair Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHP Subsidair Pasal 362 KUHP tentang Pencurian, kata Asep Nana.

Sementara untuk Kronologi kata Asep Nana menjelaskan, bermula pada hari minggu tanggal 30 Juni 2024 sekira pukul 18.30 WITA, awalnya Tersangka Arwan bin Sirajudin mengendarai sepeda motor milik tantenya di wilayah Desa Wonosari, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajem Paser Utara, Kalimantan Timur.

Selanjutnya kata Dia, tersangka Arwan bin Sirajudin melihat ke sebuah rumah milik Saksi Emilia Kartika sedang terbuka lalu Tersangka melihat di dalam rumah sedang tidak ada orang, kemudian Tersangka mengambil handphone merk Vivo V25E warna Sunrise Gold milik Saksi Emilia Kartika yang berada di atas sofa di dalam rumah tersebut.

“Setelah Tersangka mengambil handphone milik Saksi Emilia Kartika, Tersangka pergi menuju rumah bibinya dan di tengah perjalanan Tersangka mencabut kartu yang ada dalam handphone tersebut,” urainya.

Kemudian lanjut Asep Nana, tersangka melanjutkan perjalanannya, setelah sampai di rumah bibi Tersangka, sekitar 1 jam kemudian Saksi Riski Kurniawan datang ke rumah bibi Tersangka dan menanyakan kepada Tersangka apakah Tersangka yang mengambil handphone milik Saksi Emilia Kartika dan Tersangka mengakuinya.

“Bahwa akibat dari perbuatan Tersangka Saksi Korban Emilia Kartika binti Adus mengalami kerugian sekitar Rp1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah),” ungkapnya.

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Penajam Paser Utara Faisal Arifuddin, S.H., M.H dan Kasi Pidum Roh Wiharjo, S.H., M,Kn serta Jaksa Fasilitator Norentia Ekumuning Sari, S.H menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban. Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan. Selain itu, Tersangka juga membayar ganti rugi kepada Korban.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Penajam Paser Utara mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur Dr. Iman Wijaya, S.H., M.Hum. sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Senin, 19 Agustus 2024.

Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 4 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka: Tersangka Rudini alias Anggut alias Udin bin H. Muhdar dari Kejaksaan Negeri Balangan, yang disangka melanggar Kesatu Pasal 480 Ke-1 KUHP tentang Penadahan Atau Kedua Pasal 480 Ke-2 KUHP tentang Penadahan.

Sementara tersangka Yuliansyah alias Yuli bin Aliansyah dari Kejaksaan Negeri Tanah Laut, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) Ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan. Tersangka Rizky Ariyanto bin Muhammad Effendi Susan dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Tengah, yang disangka melanggar Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Sedangkan Tersangka Firsa Wahyu Efendy Bin Suyono dari Kejaksaan Negeri Tarakan, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipu atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

Adapaun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf; Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi; Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis; Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya kata Asep Nana, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

(Lian Tambun)