Lukas Enembe Clean and Clear, Pengacara Berharap Tuntutannya Harus Bebas

Tipikor304 Dilihat

HukumId.Co.Id, Jakarta – Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe akan menjalani sidang tuntutan terkait kasus suap dan gratifikasi siang ini. Pihak Lukas Enembe berharap tuntutan bebas.
“Tuntutannya harus bebas, no case, LE itu clean and clear,” ujar pengacara Lukas, Petrus Bala Pattyona, kepada wartawan, Selasa (12/9/2023).

Petrus menilai berdasarkan fakta persidangan tidak ada bukti yang membuktikan kliennya menerima gratifikasi. Bahkan menurutnya, suap Rp 10 miliar juga disebut tidak terbukti.
“Lalu soal suap 10 miliar dari Pitun Enumbi tak ada saksi yang bisa menerangkan kejadian gratifikasi karena Pitun Enumbi tak pernah dihadirkan di persidangan,” ujar Petrus.

Disamping itu, dari fakta-fakta persidangan tak ada 1 buktipun membuktikan bahwa Lukas Enembe menerima gratifikasi. Uang yang 1 miliar yang katanya dari Rijantono Laka sudah jelas itu uangnya LE,” tuturnya.

“Menurut keterangan Rijantono Lakka, soal hotel Angkasa yang dikatakan milik LE pun sudah jelas dari dokumen kepemilikan berupa sertifikat, AJB, izin-izin pun semuanya milik Rijatono Lakka,” sambungnya.

Untuk diketahui berdasarkan SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), sidang akan digelar hari ini, Rabu (13/9/2023) pukul 11.00 WIB di ruang Prof. Dr. H. MUHAMMAD HATTA ALI.

Dakwaan Lukas Enembe

sebelumnya, Lukas Enembe didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46,8 miliar. Jaksa mengatakan suap dan gratifikasi itu diterima dalam bentuk uang tunai dan pembangunan atau perbaikan aset milik Lukas.

“Yang melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan menerima hadiah atau janji, yaitu menerima hadiah yang keseluruhannya Rp 45.843.485.350 (Rp 45,8 miliar),” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/6/2023).

Jaksa mengatakan Lukas menerima uang Rp 10,4 miliar dari Piton Enumbi selaku pemilik PT Melonesia Mulia. Kemudian, Lukas juga menerima Rp 35,4 miliar dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo.

“Dengan rincian sebesar Rp 10.413.929.500 (Rp 10,4 miliar) dari Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia PT Lingge-lingge, PT Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur dan sebesar Rp 35.429.555.850 (Rp 35,4 miliar) dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik CV Walibu,” kata jaksa.

Jaksa menyebut suap itu diberikan agar Lukas selaku Gubernur Papua memenangkan perusahaan yang digunakan Piton Enumbi dan Rijantono dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Papua. Jaksa mengatakan suap itu terjadi pada 2018.

Jaksa mengatakan suap dari Rijatono itu terbagi dalam uang Rp 1 miliar dan Rp 34,4 miliar dalam bentuk pembangunan atau renovasi aset Lukas. Aset itu antara lain hotel, dapur katering, kosan hingga rumah.

Lukas juga didakwa menerima gratifikasi Rp 1 miliar. Duit itu diterima Lukas dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua melalui Imelda Sun. Jaksa mengatakan Lukas tidak melaporkan penerimaan uang itu ke KPK sehingga harus dianggap suap.

Atas perbuatannya, Lukas didakwa Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan pasal 12B UU Pemberantasan Korupsi. (Insan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *