HukumID.co.id, Manokwari – Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat Harli Siregar menetapkan AHHN sebagai tersangka dalam perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Dana Tambahan Penghasilan Berdasarkan Beban Kerja PNS dan Belanja Tunjangan Khusus pada Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2023. Senin, 18 Maret 2024, Pukul 14.00 WIT.
“Dari hasil pemeriksaan, Tim Penyidik menemukan alat bukti yang cukup atas keterkaitan Tersangka AHHN dalam Pemanfaatan Dana Tambahan Penghasilan Berdasarkan Beban Kerja PNS dan Belanja Tunjangan Khusus pada Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2023,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat Harli Siregar.
Kemudian, Tim Penyidik pada Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Papua Barat hingga saat ini telah menetapkan 2 (dua) orang sebagai tersangka dalam perkara dimaksud yakni tersangka FDJS selaku Kepala Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat dan tersangka AHHN selaku Bendahara Pengeluaran pada Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat.
“Untuk kepentingan penyidikan, tersangka AHHN dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Lapas Klas IIB Manokwari selama 20 hari ke depan,” ungkapnya.
Harli Siregar menjelaskan, kasus bermula saat tersangka AHHN dalam kapasitas sebagai Bendahara Pengeluaran pada kantor Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat bersama-sama dengan tersangka FDJS bersepakat, menandatangani dan mencairkan 2 (dua) Surat Perintah Pembayaran (SPP) dan 2 (dua) Surat Perintah Membayar (SPM) untuk pembayaran kekurangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN bulan Oktober dan bulan November Tahun Anggaran 2023 masing-masing sebesar Rp. 423.225.165,- dan sebesar Rp. 420.893.044,-, tanpa disertai dengan daftar hadir (absensi) yang diterbitkan oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Papua Barat.
“Sesuai ketentuan tidak diperbolehkan untuk diajukan pencairannya, karena sebelumnya pada bulan Oktober dan November 2023 telah diajukan pencairan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN. Ke 2 (dua) Surat Perintah Membayar (SPM) tersebut setelah dicairkan, tidak pernah di pindahbukukan oleh Bendahara Pengeluaran dari rekening Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat ke rekening masing-masing pegawai,” ucapnya.
Lebih lanjut, tersangka AHHN dalam kapasitas sebagai Bendahara Pengeluaran pada kantor Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat bersama-sama dengan tersangka FDJS bersepakat, menandatangani dan mencairkan Surat Perintah Membayar (SPM) untuk pembayaran jasa tenaga ahli bulan Januari s/d Desember Tahun Anggaran 2023 sebesar Rp. 230.000.000,- (dua ratus tiga puluh juta rupiah),
“Padahal didalam Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2023 tidak tercantum nomenklatur mata anggaran pembayaran jasa tenaga ahli bulan Januari s/d Desember Tahun Anggaran 2023 sebesar Rp. 230.000.000,- (dua ratus tiga puluh juta rupiah), selain itu juga pada Tahun Anggaran 2023 pada Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat tidak terdapat tenaga ahli,” jelasnya.
Kemudian, tersangka AHHN mengurus dan memproses administrasi terkait pembayaran kekurangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN bulan Oktober dan bulan November Tahun Anggaran 2023 masing-masing sebesar Rp. 423.225.165,- dan sebesar Rp. 420.893.044,-.
“Mulai dengan menandatangani SPP, melakukan penginputan SPP di SIPD, verifikasi SPP, menginput SPM, mencetak SPM dan mengajukan SPM ke BPKAD Provinsi Papua Barat,” paparnya.
Selanjutnya setelah dana tersebut dipindahbukukan dari rekening Kas Daerah ke rekening Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat, tersangka AHHN tidak memindahbukukan dana tersebut ke rekening masing-masing pegawai.
“Demikian halnya dengan pembayaran jasa tenaga ahli bulan Januari s/d Desember Tahun Anggaran 2023 sebesar Rp. 230.000.000,” tandasnya.
Selebihnya, tersangka AHHN mengurus dan memproses administrasi mulai dengan menandatangani SPP, melakukan penginputan SPP di SIPD, verifikasi SPP, menginput SPM, mencetak SPM dan mengajukan SPM ke BPKAD Provinsi Papua Barat.
Diketahui, tersangka FDJS bersama-sama dengan tersangka AHHN menggunakan dana kekurangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN bulan Oktober dan bulan November Tahun Anggaran 2023 dan dana jasa tenaga ahli bulan Januari s/d Desember Tahun Anggaran 2023 untuk pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) kepada Pegawai, staf honorer dan staf PPPK pada Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat.
Perbuatan tersangka mengakibatkan kerugian negara yang tidak sedikit, sesuai dugaan sementara Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp. 1.074.118.209,-, dan hingga saat ini Tim Penyidik masih menunggu hasil perhitungannya.
“Tim Penyidik juga masih terus mendalami keterkaitan keterangan para saksi dan barang bukti yang telah disita guna membuat terang dugaan tindak pidana korupsi yang sedang ditangani,” imbuhnya.
Adapun tersangka AHHN disangkakan melanggar Pasal Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Insan Kamil)