HukumID.co.id, Lampung – Setelah dituntut hukuman mati oleh Jasa Penuntut Umum (JPU), Andri Gustama membacakan nota pembelaan (pledoi) atas tuntutan tersebut. Andri mengaku masuk dalam jaringan tersebut atau menjadi undercover agent untuk menangkap gembong narkoba internasional Fredy Pratama. Pengakuan Andri diutarakannya dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Bandar Lampung pada Rabu (7/2/2024).
“Saya menyampaikan kembali bahwa bawa saya bukanlah jaringan Fredy Pratama melainkan jaringan ini adalah target utama saya pada saat menjabat Kasatnarkoba Polres Lampung Selatan beberapa kali penangkapan yang telah kami lakukan,” kata dia.
Dia juga mengaku telah berhasil membongkar dan mengungkap kasus pengiriman sabu sebanyak 285 Kg sabu dan 40.000 butir inex milik Fredy Pratama.
Andri menjelaskan selama berperan sebagai undercover agent, ia mengaku kepada jaringan Fredy Pratama bahwa sudah kecewa dengan institusi Polri. Karenanya ia nekat masuk ke jaringan itu.
“Keseriusan dan tantangan untuk mengungkap jaringan ini lebih luas membuat saya memberanikan diri untuk masuk ke dalam jaringan dan mencoba berkomunikasi dengan orang dalam jaringan ini, beberapa kali komunikasi dari beberapa kali penangkapan tidak ada respon. Saya meyakini ada perasaan ragu, curiga atau atau keanehan bagi mereka karena saya adalah polisi yang melakukan penangkapan terhadap mereka,” jelas Andri.
Namun akhirnya pada April 2023 lalu, ia pun berhasil meyakinkan jaringan Fredy Pratama dan masuk ke jaringan tersebut.
“Alhasil setelah penangkapan di bulan April 2023 dengan cara meyakinkan mereka saya sebagai polisi yang telah kecewa dengan institusi, dan jaringan mereka menerima tawaran yang saya sampaikan sebagai upaya saat itu meyakinkan dan mengambil kepercayaan dari jaringan ini,” lanjut Andri.
Dalam kesempatan ini, dia juga mengakui kesalahannya yang telah melanggar prosedur Polri dalam upaya masuk jaringan Fredy Pratama yang dikatakannya menjadi targetnya.
“Rangkaian upaya kegiatan saya meyakinkan jaringan ini, saya menerima sejumlah uang dan saya gunakan untuk mendukung operasional kegiatan kantor seperti biaya pengungkapan penangkapan, biaya perbaikan mobil anggota yang dimassa saat penangkapan, dan kegiatan-kegiatan kantor lainnya. Saya meyakini dan sangat menyesali kesalahan saya yang sangat ceroboh sehingga mengabaikan prosedur yang seharusnya,” beber Andri.
Meski begitu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak hal itu dan tetap bertahan pada tuntutannya.
“Setelah mendengar nota pembelaan dari penasehat hukum dan terdakwa untuk meminta keringanan. Namun pada intinya kami tetap pada tuntutannya sebelumnya,” tegas JPU Eka Aftarini. (Insan Kamil)