Sekretaris Nonaktif Mahkamah Agung Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Sebanyak 11 M

Hukum, Tipikor384 Dilihat

HukumID.co.id, Jakarta – Hasbi Hasan yang merupakan sekretaris nonaktif Mahkamah Agung (MA) didakwa menerima suap Rp 11,2 miliar dan gratifikasi senilai Rp 630 juta. Rincian suap dan gratifikasi itu diuraikan jaksa dalam dakwaan Hasbi Hasan. Jaksa mengatakan suap diterima Hasbi bersama terdakwa lain bernama Dadan Tri Yudianto.

“Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, menerima hadiah atau janji, yaitu telah menerima hadiah berupa uang keseluruhannya sejumlah Rp 11.200.000.000 (Rp 11,2 miliar) dari Heryanto Tanaka,” kata jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (5/12/2023).

Jaksa mengatakan suap itu diterima Hasbi dari debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana/KSP ID, Heryanto Tanaka (HT). Suap itu diberikan Heryanto dengan tujuan agar Hasbi mempengaruhi kasasi dengan terdakwa Budiman Gandi Suparman.

Heryanto ingin Budiman dinyatakan bersalah dalam sidang kasasi perkara nomor: 326K/Pid/2022 sehingga perkara kepailitan KSP Intidana yang berproses di MA dapat diputus sesuai keinginan Heryanto. Jaksa mengatakan kasasi itu merupakan buntut vonis bebas Budiman Gandi atas kasus pemalsuan surat yang dilaporkan Heryanto Tanaka.

Vonis bebas Budiman dalam perkara pemalsuan itu diketok oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Semarang berdasarkan putusan nomor 5/19 489/Pid.B/2021/PN Smg. Amar putusan perkara itu membebaskan Budiman dari segala dakwaan penuntut umum.

Heryanto pun meminta pengacaranya memantau proses kasasi yang diajukan jaksa. Heryanto kemudian dipertemukan dengan Dadan yang menyanggupi untuk mengurus perkara kasasi tersebut dengan meminta dana pengurusan perkara Rp 15 miliar. Jaksa mengatakan transaksi dana pengurusan perkara itu dikemas dalam bisnis skincare.

“Atas permintaan tersebut Dadan Tri Yudianto menyanggupi dengan mengajukan biaya pengurusan perkara sebesar Rp 15 miliar yang dikemas seolah-olah terdapat perjanjian kerja sama bisnis skincare antara Dadan Tri Yudianto dengan Heryanto Tanaka. Dari permintaan Dadan Tri Yudianto tersebut, Heryanto Tanaka menyetujui untuk menyerahkan biaya pengurusan perkara kepada Terdakwa melalui Dadan Yri Yudianto sebesar Rp 11.200.000.000 (Rp 11,2 miliar),” ujar jaksa.

Jaksa mengatakan Dadan menghubungi Hasbi Hasan untuk mengurus perkara tersebut. Dadan disebut meminta Hasbi mengurus agar putusan hakim sesuai keinginan Heryanto Tanaka.

“Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan suatu dalam jabatannya, yaitu Terdakwa bersama-sama dengan Dadan Tri Yudianto mengetahui atau patut menduga bahwa penerimaan hadiah atau janji tersebut dimaksudkan agar Terdakwa selaku Sekretaris Mahkamah Agung RI mengupayakan pengurusan perkara kasasi pidana Nomor 326K/Pid/2022 atas nama Budiman Gandi Suparman dapat dikabulkan oleh hakim agung yang memeriksa dan mengadili perkara serta agar perkara kepailitan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana yang sedang berproses di Mahkamah Agung RI dapat diputus sesuai keinginan dari Heryanto Tanaka,” kata jaksa.

Perkara kasasi nomor 362K/Pid/2022 itu diadili oleh Sri Murwahyuni selaku ketua majelis dan Gazalba Saleh serta Prim Haryadi selaku hakim anggota. Singkat cerita, majelis hakim yang mengadili kasasi perkara nomor 362K/Pid/2022 menyatakan Budiman Gandi bersalah. Budiman dihukum dengan pidana 5 tahun penjara sebagaimana yang diinginkan Heryanto.

Hasbi Hasan juga didakwa menerima gratifikasi Rp 630 juta. Gratifikasi itu disebut berupa uang hingga fasilitas wisata.

“Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima gratifikasi, yaitu menerima uang, fasilitas perjalanan wisata dan fasilitas penginapan yang seluruhnya senilai Rp 630.844.400 dari Devi Herlina, Yudi Noviandri, dan Menas Erwin Djohansyah, yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, yaitu berhubungan dengan jabatan Terdakwa selaku Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia dan berlawanan dengan kewajiban Terdakwa,” kata jaksa KPK.

Jaksa mengatakan gratifikasi diterima Hasbi pada Januari 2021 hingga Februari 2022. Jaksa menyebut gratifikasi itu diperoleh dari pihak yang punya kepentingan terhadap Hasbi.

Salah satu bentuk gratifikasi yang disebut jaksa diterima oleh Hasbi Hasan ialah perjalanan wisata keliling Bali naik helikopter senilai Rp 7,5 juta. Gratifikasi perjalanan wisata itu diterima Hasbi bersama Windy Yunita Bastari Usman atau Windy ‘Idol’ pada 13 Januari 2022.

“Pada tanggal 13 Januari 2022 bertempat di Urban Air, Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Terdakwa menerima fasilitas perjalanan wisata keliling (flight heli tour) Bali melalui udara dengan menggunakan Helikopter Belt 505 dengan Register PK WSU dari Devi Herlina selaku Notaris rekanan dari CV. URBAN BEAUTY/MS GLOW, senilai Rp 7.500.000 dengan kode pemesanan free of charge (FoC). Terdakwa menerima fasilitas perjalanan wisata tersebut bersama dengan Windy Yunita Bastari Usman, Rinaldo Septariando dan Betty Fitriana,” kata jaksa.

Jaksa mengatakan Hasbi tidak melaporkan penerimaan gratifikasi itu kepada KPK. Padahal, ada aturan yang mewajibkan setiap penerimaan atau gratfikasi dilaporkan ke KPK dalam waktu 30 hari.

“Terhadap penerimaan gratifikasi berupa sejumlah uang, fasilitas perjalanan wisata dan fasilitas penginapan tersebut di atas, Terdakwa tidak melaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dalam tenggang waktu 30 hari kerja sebagaimana ditentukan undang-undang, padahal penerimaan itu tanpa alas hak yang sah menurut hukum,” ujar jaksa.

Atas perbuatannya, Hasbi Hasan didakwa melanggar Pasal 12a atau Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Namun demikian, Hasbi Hasan tak mengajukan eksepsi atas dakwaan tersebut. Hasbi Hasan ingin perkara tersebut berlanjut ke tahap pembuktian.

“Kami sudah bicara bahwa kami tidak akan mengajukan eksepsi meskipun ya surat dakwaan kita sudah dengar ada hal-hal yang menurut kami agak nggak pas dan nggak kena. Akan tetapi bagi kami sekarang ini yang perlu adalah untuk segera kita melakukan pemeriksaan perkara ini secara baik dalam arti bahwa semua hal dari perkara ini busa diungkap kebenarannya,” kata pengacara Hasbi Hasan, Maqdir Ismail, dalam persidangan.

Maqdir mengatakan pihaknya ingin pembuktian perkara kliennya dilakukan dengan cepat. Dia mengusulkan persidangan digelar dua kali dalam seminggu.

“Oleh karena itu, kami berharap bahwa persidangan akan dilakukan secara cepat kalau perlu Yang Mulia, kami usulkan supaya pemeriksaan terhadap perkara ini dilakukan dalam persidangan seminggu dua kali,” ujarnya.

Dia meminta kebebasan waktu untuk bisa berkonsultasi dengan Hasbi Hasan. Dia ingin semua tim kuasa hukum dapat berkonsultasi dengan Hasbi Hasan.

Hakim Ketua Toni Irfan mengatakan keputusan tak mengajukan eksepsi merupakan hak Hasbi Hasan. Dia meminta tim kuasa hukum Hasbi berkoordinasi dengan jaksa terkait permintaan waktu konsultasi.

Hakim juga menanggapi permintaan kuasa hukum Hasbi terkait jadwal sidang agar digelar dua kali dalam satu pekan. Hakim mengatakan keputusan itu akan ditentukan dengan melihat perkembangan situasi persidangan.

“Terhadap persidangan kita minta dengan tepat waktu jam 10.00 WIB kita laksanakan dan kita melihat keadaan situasinya, apabila memungkinan persidangan kita laksanakan dua kali dalam seminggu ya. Kita lihat dulu kondisinya,” ujarnya.

Jaksa kemudian mengusulkan persidangan terdakwa Dadan dan Hasbi Hasan digabungkan. Menurut jaksa, majelis hakim dan saksi dalam dua perkara itu sama.

Namun, Maqdir menolak usulan penggabungan sidang tersebut. Dia meminta persidangan perkara Hasbi dan Dadan tetap dipisah.

Hakim mengatakan pihaknya akan melihat perkembangan persidangan Dadan dan Hasbi terkait usulan penggabungan tersebut. Sidang Hasbi ditunda untuk agenda pemeriksaan saksi pada Selasa (12/12).

“Untuk kita dapat digabungkan atau tidak dapat digabungkan kita lihat pada perkembangan persidangan yang akan datang,” kata Hakim Toni.

“Untuk pemeriksaan hari ini kita tunda ke hari Selasa di tanggal 12 Desember 2023 dengan agendanya pembuktian dari penuntut umum dan diperintahkan penuntut umum untuk menghadapkan kembali Terdakwa pada hari persidangan yang telah ditetapkan,” lanjut Hakim Toni.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *