HukumID.co.id, Jakarta – Sidang Perdana perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 s/d 2022 resmi digelar di Pengadilan Negeri Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2024).
Dalam sidang ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung membacakan surat dakwaan kepada tiga mantan pejabat Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Amir Syahbana dan Suranto Wibowo dan Rusbani alias Bani yang berhalangan hadir secara langsung dikarenakan sedang sakit. Namun Bani hadir melalui video daring.
Menghadapi sidang perdana ini, Kejaksaan Agung mengerahkan 30 jaksa untuk menangani dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 yang diketuai oleh Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAMPIDSUS) Ardito Muwardi, S.H., M.Hum.
Sidang yang berlangsung di ruang sidang Prof Dr. Kusumahadmaja tersebut, JPU mendakwa Amir, Rusbani, dan Suranto merugikan keuangan negara sebesar Rp 300 triliun. Ia menjelaskan kerugian itu berasal dari laporan hasil audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP) yang terbit pada 28 Mei 2024.
“Kegiatan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk sejak 2015 sampai 2022 mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 300 miliar juga dikarenakan Suranto Wibowo, Rusbani, dan Amir Syahbana tidak melakukan pembinaan dan pengawasan secara benar,” ujar Ketua Tim JPU Ardito Muwardi.
JPU menyebut Suranto dan Amir menyetujui rencana kerja anggaran dan biaya (RKAB) lima smelter milik:
- PT Refined Bangka Tin beserta perusahaan afiliasinya;
- CV Venus Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya;
- PT Sariwiguna Binasentosa beserta perusahaan afiliasinya;
- PT Stanindo Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya;
- PT Tinindo Internusa beserta perusahaan afiliasinya.
“Padahal mereka mengetahui bahwa isi RKAB tersebut tidak benar dan hanya formalitas,” ungkap Ardito.
Dalam sidang yang berlangsung selama kurang lebih 3 Jam tersebut, JPU mendakwa mereka melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Setelah JPU membacakan dakwaannya, Hakim Ketua Fajar Kusuma Aji memberikan waktu sekitar 5 menit kepada terdakwa untuk berkomunikasi dengan penasihat hukum masing-masing apakah mereka akan mengajukan eksepsi.
Terdakwa Suranto pun menjawab, “Mengajukan.”
Sementara Terdakwa Amir Syahbana menyerahkan semuanya kepada penasehat hukumnya.
“Yang Mulia, saya serahkan sepenuhnya kepada penasihat hukum saya,” jawab Amir.
Kemudian, Penasehat hukum Amir Syahbana menjawab akan mengajukan eksepsi.
“Setelah berkonsultasi, terdakwa atau klien kami menggunakan haknya mengajukan eksepsi.”
Sementara, Terdakwa lain yang hadir melalui daring Rusbani alias Bani menolak untuk mengajukan eksepsi tanpa menyebutkan alasannya.
Dengan begitu, Hakim Fajar memberi waktu satu minggu kepada terdakwa dan penasehat hukum untuk menyusun eksepsi dan juga memberikan waktu sepekan kepada jaksa penuntut umum atau JPU untuk menyusun tanggapan.
“Sidang kita tunda hingga Rabu, 7 Agustus 2024 dengan acara eksepsi atau keberatan dari penasihat hukum terdakwa,” jelas Fajar.
Sedangkan sidang untuk terdakwa Rusbani ditunda hingga putusan sela yang diperkirakan berlangsung pada 21 Agustus 2024.
(Insan Kamil)