HukumID.co.id, Jakarta – Putusan MK No 60 terkait ambang batas pencalonan Gubernur, Bupati dan Walikota menuai banyak reaksi. Salah satunya Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia (TAPHI).
Salah satu perwakilan TAPHI, Johan Imanuel menyatakan enggan berkomentar karena dia bukan pihak dalam perkara tersebut. Akan tetapi Ia mengingatkan bahwa perubahan UU merupakan hal yang lazim terjadi.
“Saya membaca di media sosial dan pemberitaaan mengenai rencana perubahan UU Pilkada oleh Balegnas pasca Putusan MK 60 tersebut,” jawab Johan kepada HukumID melalui pesan singkat, Rabu (21/8/2024).
“Perubahan UU merupakan hal yang lazim dan sah-sah saja namun perlu diingat UU ini tidak bisa bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Nah salah satunya dalam proses perancangan suatu UU harus meminta partisipasi masyarakat,” sambungnya.
Johan mengingatkan bahwa partisipasi masyarakat merupakan elemen yang sangat penting dalam perancangan suatu UU. Jika tidak dihiraukan ini merupakan suatu pelanggaran terhadap Pancasila.
“Partisipasi masyarakat ini adalah bagian dari penerapan Sila ke 4 Pancasila sehingga jelas apabila UU diubah tanpa meminta partisipasi masyarakat tentu ini melanggar Pancasila khususnya Sila Keempat,” tandasnya.
“Ingat, Pancasila adalah Dasar Negara dan Sumber Segala Sumber Hukum yang berarti segala aturan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila,” pungkasnya.
Selain itu, Johan menegaskan, perubahan UU yang tidak meminta partisipasi masyarakat tentu tidak memenuhi tujuan hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Salah satu tujuan hukum tidak terpenuhi dalam suatu UU maka hal tersebut bisa dikatakan UU tersebut Cacat sejak diterbitkan.
(Insan Kamil)