HukumID.co.id, Jakarta – Oditur militer telah mengeluarkan tuntutan atas tiga terdakwa pembunuh Imam Masykur dengan hukuman mati dan dipecat dari dinas militer TNI AD. Tuntutan itu disampaikan dalam sidang sebelumnya pada 27 November 2023 di Pengadilan Militer II-08 Jakarta, Cakung, Jakarta Timur.
Ketiga terdakwa adalah Praka Riswandi Manik dari satuan Paspampres, Praka Heri Sandi dari Direktorat Topografi Angkatan Darat (Dittopad), dan Praka Jasmowir dari Kodam Iskandar Muda Aceh.
Mereka bertiga dinilai telah terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama sebagaimana yang diatur dalam Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Para terdakwa juga dinilai terbukti bersalah melakukan penculikan yang diatur dalam Pasal 328 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Atas tuntutan itu, ketiga terdakwa mengajukan pembelaan agar bisa lolos dari hukuman mati lewat penyampaian nota pembelaan atau pleidoi pada Senin (4/12/2023).
Riswandi menolak dituntut hukuman mati atas perbuatannya membunuh Imam Masykur bersama Heri Sandi dan Jasmowir.
Kuasa hukum Riswandi, Kapten Chk Budiyanto, menilai kliennya itu tidak terbukti telah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana. Menurut Budiyanto, perbuatan kliennya diklasifikasikan sebagai tindak pidana penganiayaan, bukan pembunuhan berencana. Budiyanto juga berdalih Riswandi tidak menghendaki korban meninggal sehingga unsur “kesengajaan” dalam pasal pembunuhan berencana tidak terpenuhi.
“Berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan, terdakwa terbukti tidak menghendaki maksud terjadinya hilangnya nyawa korban,” tutur Budiyanto.
Unsur “perencanaan terlebih dahulu”, lanjut dia, terpenuhi jika Riswandi memiliki banyak waktu berpikir dengan tenang untuk menentukan waktu, tempat, cara, dan alat yang digunakan untuk merampas nyawa Imam. Sementara itu, faktanya, Riswandi dalam posisi mengemudi mobil yang digunakan para terdakwa saat menculik Imam.
“Yang melakukan pemukulan terhadap korban adalah terdakwa dua (Heri) dan tiga (Jasmowir). Pemukulan terdakwa dua terhadap korban dilihat dari kaca spion atas oleh terdakwa satu,” ujar Budiyanto.
Ia melanjutkan, para terdakwa memukul korban untuk memperoleh uang, bukan untuk menghilangkan nyawa. Meski demikian, Budiyanto tidak menampik bahwa Imam meninggal karena kekerasan benda tumpul, serta patah tulang pangkal lidah yang menyebabkan berhentinya pengaturan pernapasan.
Riswandi meminta keringanan hukuman atas perbuatannya terhadap Imam. Selain itu, Budiyanto menilai hukuman mati melanggar hak asasi manusia (HAM).
“Tuntutan pidana pokok pidana mati melanggar HAM, karena para terdakwa mempunyai hak hidup,” kata Budiyanto. Budiyanto menilai, tuntutan pidana mati yang dibacakan oditur militer tidak adil.
Selain dianggap tidak melakukan pembunuhan berencana, Riswandi juga bukanlah orang yang paling berperan atas meninggalnya Imam.
“Terdakwa satu (Riswandi) ikut karena ajakan dan bujukan terdakwa dua, terdakwa tiga, dan saksi sembilan (Zulhadi Satria Saputra), untuk mencari toko obat yang menjual obat-obatan terlarang yang dapat merusak generasi bangsa,” papar Budiyanto.
Dengan demikian, menurut Budiyanto, tuntutan pidana mati terhadap Praka Riswandi Manik melanggar HAM berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Kemudian, Pasal 9 UU HAM menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, serta meningkatkan hidup dan taraf hidupnya.
Adapun Imam Masykur tewas usai diculik dari toko obatnya. Dia dianiaya di dalam mobil oleh para pelaku. Jasad Imam kemudian ditemukan di sebuah sungai di Karawang, Jawa Barat. Para terdakwa kemudian mengajukan pleidoi. Meski demikian, oditur militer tetap teguh pada tuntutannya.
Penasihat hukum masing-masing terdakwa juga teguh terhadap pembelaan mereka.
Majelis hakim kemudian memutuskan untuk menangguhkan persidangan sampai pekan depan untuk musyawarah. Sidang akan kembali dilanjutkan dengan agenda pembacaan putusan pada 11 Desember 2023. (Insan Kamil)