HukumID | Jakarta – Desakan agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan banding atas vonis ringan terhadap musisi Fariz RM dalam perkara narkotika semakin menguat. Ketua Umum Perhimpunan Penegak Hukum Indonesia (PPHI), Dr. T Murphi, menilai hukuman 10 bulan penjara dan denda Rp800 juta subsider 2 bulan yang dijatuhkan majelis hakim dinilai jauh dari rasa keadilan.
“Putusan hakim ini terlalu ringan, apalagi mengingat ini bukan pertama kalinya Fariz RM terjerat kasus serupa. JPU seharusnya segera mengajukan banding,” ujar Murphi dalam keterangannya, Senin (16/9).
Menurut Murphi, idealnya putusan hakim setidaknya mendekati dua pertiga dari tuntutan yang diajukan jaksa. Ia menilai penerapan hukum dalam kasus ini kurang tepat dan berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi upaya pemberantasan narkotika.
“Kalau vonis ringan seperti ini dibiarkan, bisa menimbulkan persepsi bahwa pelanggaran narkotika tidak lagi menakutkan. Ini masalah serius, apalagi menyangkut public figure,” tegasnya.
Selain itu, Murphi juga mendorong pemerintah dan DPR untuk segera mengevaluasi Undang-Undang Narkotika. Menurutnya, pengguna narkoba yang terbukti hanya sebagai pemakai sebaiknya langsung diarahkan ke rehabilitasi tanpa proses hukum panjang, tetapi dengan ketentuan yang jelas dan tegas agar ada efek jera bagi pelaku yang berulang kali melanggar hukum.
Di sisi lain, pengamat hukum dari Kantor Gerai Hukum ART, Arthur Noija, menilai putusan hakim tersebut tidak sebanding dengan fakta bahwa Fariz RM telah berulang kali tersandung kasus narkoba.
“Dalam hukum pidana, residivis seharusnya dikenakan hukuman yang lebih berat untuk memberikan efek jera, terlebih kasus narkoba masuk kategori kejahatan luar biasa (extra ordinary crime),” jelas Arthur.
Ia menambahkan, keterlibatan public figure dalam kasus narkoba memiliki dampak sosial yang besar. Karena itu, menurutnya majelis hakim seharusnya mempertimbangkan Pasal 127 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mengatur pemberatan hukuman bagi pelaku berulang.
“Vonis yang terlalu ringan hanya akan merusak semangat pemberantasan narkoba di Indonesia,” tegas Arthur.








