Lagi! Ibu dan Anak Jadi Korban Malapraktik di Binjai

Hukum773 Dilihat

HukumID.co.id, Binjai – Dugaan malapraktik kembali terjadi lagi di Indonesia, tepatnya di Binjai, Sumatera Utara. Seorang Ibu bernama Putri Afriliza dan bayi usia delapan bulan dalam kandungan meninggal dunia diduga karena Tenaga Medis (dokter umum dan dokter spesialis) di RSU Sylvani melakukan malapraktik.

Kuasa Hukum Penggugat, Risma Situmorang menyebut, dalam kasus ini ada empat tenaga medis yang diduga melakukan malapraktik, yakni Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi berinisial S dan HMFF, Dokter Umum (dokter jaga di IGD) berinisial SF serta Dokter Spesialis Anestesi berinisial ADS.

banner 600x600

S diduga tidak membuat perencanaan dan jadwal kelahiran bayi dalam kandungan, misalnya, jadwal pemeriksaan dan konsultasi waktu pemeriksaannya semakin pendek dan intens.

“Padahal saat kandungan berusia 8 bulan posisi bayi sungsang di dalam kandungan, serta tidak memberikan nasehat untuk menentukan cara melahirkan normal atau operasi Caesar/Section Caesarea (SC),” kata Risma dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kamis, (5/12/2024).

banner 600x600

Sedangkan HMFF diduga pada pasca operasi tidak memberikan penjelasan penyebab bayi meninggal dunia, namun hanya menjelaskan bahwa indikasi bayi lepas plasenta, akan tetapi tidak menjelaskan detail lepas plasenta karena apa dan juga tidak memberikan informasi atau penjelasan apapun mengenai kondisi Almh. Putri Afriliza.

“Bahkan pada saat pasca operasi, suami Almh. Putri Afriliza tidak diijinkan untuk melihat Istrinya,” ucap Ketua PKHMK ini.

banner 600x600

Sementara itu, SF diduga melakukan pembiaran kepada korban, karena sekitar pukul 02.00 WIB kondisi bayi dalam kandungan sudah tidak bernyawa, dan SF diduga tidak melakukan tindakan apapun untuk mengatasi kondisi pasien yang terus-menerus mengalami pendarahan dan mengerang kesakitan.

Selain itu, SF diduga tidak memberikan informasi yang benar dan jujur mengenai kondisi pasien dan bayi dalam kandungan yang sudah tidak bernyawa kepada suami pasien dan keluarganya, dan tidak melakukan upaya penyelamatan dengan cara melaksanakan sistem rujukan kepada fasilitas kesehatan yang setara atau lebih tinggi yang lokasinya dekat dengan RSU SYLVANI yang tersedia Tenaga Medis yang mampu serta memiliki kompetensi.

Selanjutnya, ADS memberikan informasi mengenai kondisi Pasien kepada suami Almh. Putri afriliza dan Keluarganya, padahal menyampaikan informasi tersebut bukan tugas dan tanggung jawabnya.

Risma menekankan, apa yang dilakukan empat tenaga medis ini telah melanggar banyak ketentuan, diantaranya;

Pasal 274 huruf a dan huruf e, Pasal 275 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 276 huruf b dan huruf c Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan:

Pasal 274 huruf a dan huruf e:

“Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik wajib:

  1. Memberikan Pelayanan Kesehatan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, standar prosedur operasional, dan etika profesi serta kebutuhan Kesehatan Pasien;

e. Merujuk Pasien ke Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan lain yang mempunyai kompetensi dan kewenangan yang sesuai.”

Pasal 275 ayat (1) dan ayat (2):

“(1) Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memberikan pertolongan pertama kepada Pasien dalam keadaan Gawat Darurat dan/ atau pada bencana;

(2) Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang memberikan Pelayanan Kesehatan dalam rangka tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kedisabilitasan seseorang pada keadaan Gawat Darurat dan/atau pada bencana dikecualikan dari tuntutan ganti rugi.”

Pasal 276 huruf b dan huruf c:

“b. mendapatkan penjelasan yang memadai mengenai Pelayanan Kesehatan yang diterimanya;

c. mendapatkan Pelayanan Kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis, standar profesi dan pelayanan bermutu.”

– Pasal 3 ayat (2) huruf f, huruf h dan huruf o Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No. 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter Dan Dokter Gigi:

Pasal 3 ayat (2):

“(2). Pelanggaran Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 28 bentuk:

f. Tidak melakukan tindakan/asuhan medis yang memadai pada situasi tertentu yang dapat membahayakan pasien;

 h. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai (adequate Information) kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan Praktik Kedokteran;

o. Tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal tidak membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.”

Lebih lanjut, Risma kembali menegaskan kesalahan dan kelalaian Direktur RSU SYLVANI, sebagai Pimpinan RS type C tidak membuat aturan dokter spesialis wajib jaga dan dapat dihubungi apabila terjadi kondisi Gawat Darurat, melanggar ketentuan Pasal 184 ayat (4) dan Pasal 189 ayat (1) huruf b, huruf g, huruf j dan huruf l Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mengatur dengan tegas:

– Pasal 184 ayat (4):

“Setiap Rumah Sakit harus menyelenggarakan Tata Kelola Rumah Sakit dan Tata Kelola Klinis yang baik.”

– Pasal 189 ayat (1) huruf b, huruf g, huruf j, huruf i:

“(1) Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajibkan:

b. Memberikan Pelayanan Kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminatif, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai Standar Pelayanan Rumah Sakit;

g. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani Pasien;

j. Melaksanakan sistem rujukan;

l. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai hak dan kewajiban Pasien;”

Selain itu, korban juga mengalami kerugian materiil yang diderita yaitu;

– Biaya USG dan Konsultasi sebanyak 5 kali sebesar Rp. 1.000.000;

– Acara Doa Keluarga (Tahlilan) Rp. 2.500.000;

– Beli Buku Yasin sebanyak 130 Pcs sebesar Rp. 3.150.000;

– Lahan kuburan dan Nisan sebesar Rp. 500.000;

– Gaji dan Penghasilan Istri Penggugat yang seharusnya masih terima apabila masih hidup, disebabkan Istri Penggugat menjalankan usaha dagang yang mendapatkan keuntungan 1 bulan sebesar Rp. 2.000.000, dan Gaji Guru TK (Taman Kanak-kanak) di Pelangi Kasih sebesar Rp. 1.200.000 per tahun.

“Sehingga total seluruh kerugian materiil yang diderita Penggugat adalah sebesar Rp. 511.650.000,” jelas Risma.

Sedangkan untuk kerugian immateriil, Risma menegaskan Penggugat mengalami kerugian sebesar Rp. 100.000.000.000, karena Penggugat telah kehilangan Istri dan bayi dalam kandungan yang sangat dicintai dan dua orang anak yang masih kecil masih bergantung kepada seorang Ibu, telah kehilangan seorang ibu (mama) yang selama ini senantiasa mengurus dan mengasuh anak-anak.

(MIK)