HukumID.co.id, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan uji materi terhadap Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Putusan tersebut dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan Nomor 70/PUU-XXIII/2025 yang digelar pada Kamis (26/6/2025) di Ruang Sidang Pleno MK.
Permohonan ini diajukan oleh Leonardo Olefins Hamonangan, seorang warga negara yang aktif mencari pekerjaan melalui platform digital. Ia mempermasalahkan norma Pasal 35 ayat (1) yang menyatakan, “Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja.”
Leonardo menilai ketentuan tersebut membuka ruang terjadinya praktik diskriminasi dalam proses perekrutan, seperti persyaratan terkait usia, jenis kelamin, asal universitas, penampilan fisik, dan latar belakang pendidikan yang tidak relevan dengan kompetensi atau kebutuhan jabatan.
Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan bahwa permohonan serupa telah beberapa kali diajukan oleh Pemohon yang sama, yakni dalam perkara sebelumnya: Putusan MK Nomor 35/PUU-XXII/2024, 124/PUU-XXII/2024, dan 159/PUU-XXII/2024. Meski dengan dasar pengujian yang berbeda, Mahkamah menilai substansi permohonannya tetap sama.
“Pertimbangan hukum dalam ketiga putusan tersebut secara mutatis mutandis tetap relevan dan berlaku dalam perkara ini. Mahkamah belum menemukan alasan yang cukup untuk bergeser dari pendirian yang telah diambil,” ujar Arief saat membacakan amar putusan.
Dengan demikian, Mahkamah menyatakan bahwa dalil-dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum dan menolak seluruh permohonan.
Dalam sidang sebelumnya, Leonardo menyampaikan bahwa ia sering menjumpai praktik rekrutmen yang bersifat diskriminatif saat melamar pekerjaan secara daring. Ia menyebut banyak perusahaan mensyaratkan usia maksimal, lulusan universitas tertentu, dan kriteria fisik yang menurutnya bertentangan dengan asas keadilan sosial dan perlakuan setara di hadapan hukum.
Pemohon pun mengajukan petitum agar Mahkamah memaknai Pasal 35 ayat (1) sebagai norma bersyarat, yakni pemberi kerja tidak boleh menetapkan persyaratan kerja yang diskriminatif terhadap aspek-aspek pribadi yang tidak berkaitan dengan kompetensi kerja.
Namun Mahkamah menegaskan bahwa usulan tafsir bersyarat seperti itu telah ditolak dalam permohonan sebelumnya karena tidak bertentangan dengan prinsip konstitusional. Pasal 35 ayat (1) menurut Mahkamah tetap dalam kerangka kebijakan terbuka yang memungkinkan pelaksanaan perekrutan secara mandiri atau melalui pihak ketiga, tanpa serta merta menjustifikasi tindakan diskriminatif.








