TINDAK PIDANA PENIPUAN MENJANJIKAN JABATAN DAN PROSES PENGURUSAN JABATAN

Jurnal538 Dilihat

Oleh:
Dr. Nicholay Aprilindo, S.H., M.M.
(Akademisi dan Praktisi Hukum)

A. Pengertian dan Bentuk Penipuan Menjanjikan Jabatan

Penipuan menjanjikan jabatan adalah perbuatan di mana seseorang menawarkan atau menjanjikan posisi atau jabatan tertentu kepada pihak lain dengan syarat tertentu, seperti membayar sejumlah uang atau menyerahkan informasi pribadi. Tujuan utamanya adalah untuk memperdaya korban demi keuntungan pribadi pelaku.

Modus yang umum terjadi dalam penipuan ini meliputi:

  1. Penipuan Lowongan Kerja: Pelaku menawarkan pekerjaan dengan iming-iming jabatan strategis, namun mensyaratkan pembayaran biaya administrasi atau memberikan data pribadi tanpa kejelasan.
  2. Penipuan Promosi Jabatan: Pelaku menjanjikan promosi jabatan atau kenaikan pangkat di lingkungan pekerjaan dengan meminta sejumlah uang atau imbalan lainnya.

B. Tanda-Tanda Penipuan Menjanjikan Jabatan

Beberapa indikasi yang perlu diwaspadai agar tidak terjebak dalam penipuan ini antara lain:

  1. Janji yang Terlalu Bagus untuk Jadi Kenyataan: Tawaran yang menjanjikan jabatan tinggi dengan syarat mudah sering kali patut dicurigai.
  2. Meminta Uang atau Informasi Pribadi: Permintaan pembayaran atau pengumpulan data pribadi sebagai syarat memperoleh jabatan adalah indikasi penipuan.
  3. Kurangnya Transparansi: Informasi terkait jabatan, perusahaan, atau lembaga yang tidak jelas atau sulit diverifikasi perlu menjadi perhatian.

C. Cara Menghindari Penipuan

  1. Lakukan Riset: Teliti dan verifikasi kredibilitas lembaga atau individu yang menawarkan jabatan.
  2. Periksa Kredibilitas Penawar: Pastikan latar belakang orang atau pihak yang menjanjikan jabatan memang berwenang atau memiliki reputasi baik.
  3. Hindari Memberikan Informasi Pribadi atau Uang Tanpa Kepastian: Jangan menyerahkan apapun tanpa ada bukti legal dan kepastian prosedural.

D. Dasar Hukum yang Dapat Dikenakan

Dalam hukum pidana Indonesia, pelaku penipuan terkait janji jabatan dapat dijerat dengan pasal-pasal berikut:

  1. Pasal 378 KUHP: Tentang penipuan dengan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau janji palsu yang menyebabkan kerugian, dengan ancaman pidana penjara maksimal 4 tahun.
  2. Pasal 372 KUHP: Tentang penggelapan, di mana pelaku menguasai barang atau uang korban dengan melawan hukum, dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun.
  3. Pasal 421 KUHP: Mengatur penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik yang memaksa seseorang menyerahkan sesuatu dengan menggunakan jabatan atau kewenangannya.
  4. Pasal 55 dan 56 KUHP: Terkait pertanggungjawaban pidana bagi pihak yang turut serta, membantu, atau memfasilitasi tindak pidana tersebut.

E. Kasus Khusus: Penyalahgunaan Jabatan oleh Pejabat

Apabila pelaku adalah pejabat publik yang menggunakan jabatannya untuk menjanjikan kenaikan jabatan atau posisi tertentu namun tidak merealisasikannya, maka selain dapat dikenakan pasal penipuan, juga dapat dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 421 KUHP.

Tindakan seperti itu juga berpotensi melanggar kode etik pegawai negeri atau pejabat publik yang berlaku.

F. Langkah Hukum bagi Korban

Jika Anda menjadi korban penipuan dalam pengurusan jabatan, langkah-langkah yang bisa diambil adalah:

  1. Melapor ke Polisi atau Kejaksaan: Laporkan secara resmi ke aparat penegak hukum.
  2. Melapor ke KPK atau Lembaga Anti-Korupsi: Apabila terkait dengan pejabat publik, KPK atau lembaga pengawasan internal juga bisa dilibatkan.
  3. Mengumpulkan Bukti: Dokumentasikan seluruh komunikasi, bukti transfer uang, surat perjanjian (jika ada), atau saksi yang mengetahui peristiwa tersebut.
  4. Menggunakan Jalur Internal: Dalam konteks ASN atau lembaga resmi, adukan ke atasan langsung atau inspektorat internal.

G. Kesimpulan

Penipuan dengan modus menjanjikan jabatan adalah kejahatan yang memanfaatkan harapan korban untuk memperoleh kedudukan atau posisi tertentu. Baik masyarakat umum maupun pejabat publik harus waspada terhadap praktik semacam ini.

Penegakan hukum terhadap pelaku sangat penting tidak hanya untuk memberikan keadilan bagi korban, tetapi juga untuk menjaga integritas lembaga publik dan birokrasi di Indonesia.