HukumID | Banggai – Sorotan terhadap dugaan perusakan lingkungan di Desa Siuna, Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai, kian membesar. Kali ini, suara datang dari gedung parlemen provinsi. Wakil Ketua DPRD Sulawesi Tengah mendesak Gubernur Sulteng untuk segera mengambil langkah tegas berupa investigasi menyeluruh terhadap seluruh perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan tersebut.
Desakan ini disampaikan menyusul laporan beruntun dari media, akademisi, hingga kelompok masyarakat sipil terkait dugaan aktivitas pertambangan yang merusak ekosistem mangrove dan pesisir pantai. Dalam pernyataannya, Wakil Ketua DPRD Sulteng menyebut bahwa situasi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.
“Kita meminta Gubernur Sulteng untuk segera mengambil tindakan menghentikan sementara seluruh aktifitas perusahaan dan segera menurunkan tim guna investigasi lapangan dan memeriksa secara teliti seluruh kelengkapan dan kebenaran dokumen terkait legalitas perizinan perusahaan yang saat ini dipermasalahkan,” ungkap Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Aristan melalui sambungan telfonnya, Sabtu (2/8/2025).
“Ini penting untuk mencegah kerusakan lingkungan dan kerugian yang dialami oleh masyarakat setempat serta potensi kerugian bagi daerah akibat aktivitas perusahaan pertambangan,” ujarnya lagi.
Ia menegaskan bahwa sebagai kepala daerah, gubernur memiliki kewenangan dalam penentuan wilayah yang akan ditambang dan memastikan wilayah tersebut termasuk dalam area yang diizinkan untuk pertambangan sesuai dengan RTRW. Karena itu, peran gubernur sangat penting untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang berkembang saat ini di Siuna. Gubernur juga berkewajiban untuk melindungi masyarakatnya dan masa depan lingkungan di daerahnya.
Pemerintah Provinsi Sulteng tidak boleh berdiam diri di tengah kekhawatiran publik yang terus meningkat. Kata dia, bahwa informasi yang menyebar di publik kini masih simpang siur tentang legalitas perusahaan lingkar tambang Siuna.
“Jangan sampai ada kesan, pemerintah provinsi hanya sigap saat ada investor, tapi lamban saat rakyat mengadukan kerusakan,” ujarnya lagi.
Lebih lanjut, ia menyinggung bahwa laporan-laporan dari lapangan menunjukkan indikasi kuat bahwa beberapa perusahaan beroperasi di wilayah yang seharusnya dilindungi, termasuk zona mangrove dan pesisir produktif. Olehnya, penting bagi gubernur untuk benar-benar memastikan kebenaran kajian lingkungan yang tertera di dalam semua dokumen seperti AMDAL. Karena sudah jadi rahasia umum, kajian AMDAL selama ini terkesan sekedar memenuhi syarat formal administratif untuk mendapatkan izin pertambangan.
“Banyak contoh kasus AMDAL yang manipulatif, kajiannya dibuat serampangan bahkan ada AMDAL Copy Paste,” sindirnya.
Dari laporan lapangan jika benar ditemukan ada perusakan lingkungan dari aktifitas perusahaan saat ini, termasuk jika tanpa dilengkapi dokumen perizinan yang sah, maka kita mendesak agar aparat penegak hukum, dalam hal ini Polres Banggai dan Polda Sulteng untuk mengambil tindakan hukum secara tegas. Perusakan lingkungan itu adalah tindak pidana.
“Kita bicara kerusakan ekologis yang menyangkut masa depan warga pesisir. Kalau ada unsur kelalaian atau pelanggaran hukum, maka jangan ragu untuk bertindak,” tegasnya.
Sebelumnya, organisasi lingkungan Iguana Tompotika telah melaporkan dugaan pelanggaran oleh sejumlah perusahaan tambang kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian ESDM, dan Komisi VII DPR RI. Namun, belum ada tindakan konkret dari pemerintah pusat maupun provinsi.
Desakan dari DPRD Sulteng ini menjadi sinyal bahwa persoalan tambang di Siuna tidak lagi bisa dipandang sebagai isu lokal semata. Jika tidak segera ditangani, dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk bagi pengelolaan sumber daya alam di Sulteng.








