HukumID.co.id, Jakarta – Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Dedy Nurmawan Susilo, hadir sebagai ahli dari sebagai saksi sidang kasus korupsi BTS 4G demi memenuhi undangan Jaksa. Dedy menyebut penyimpangan proyek BTS sudah ada sejak tahap perencanaan.
Hal itu diungkapkan Dedy saat menjadi saksi sidang kasus korupsi BTS di PN Tipikor Jakarta, Selasa (17/10/2023). Duduk sebagai terdakwa Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak; Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan; dan Account Director of Integrated Account Department PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.
“Pada saat Bapak melakukan audit Pak, apa-apa saja yang Bapak temukan di dalam audit Pak? Penyimpangan-penyimpangannya, Pak?” tanya jaksa dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta.
“Kami menemukan penyimpangan-penyimpangan mulai dari proses perencanaan terus pemilihan penyedia sampai dengan penandatanganan dan pelaksanaan kontrak kami menemukan penyimpangan-penyimpangan,” jawab Dedy.
Jaksa lalu menanyakan penyimpangan proyek BTS di tahap perencanaan. Dedy menyebut salah satu penyimpangan itu adalah penunjukan langsung Hudev UI sebagai tenaga ahli proyek BTS.
“Di perencanaan apa-apa saja, Pak?” tanya jaksa.
“Di perencanaan antara lain, satu, pemilihan Hudev UI sebagai pelaksana kegiatan pekerjaan penyusunan kajian teknis pendukung lastmile 2021 dilakukan dengan penunjukan langsung tanpa melalui proses tender. Daftar tenaga ahli yang dilampirkan dalam dokumen penyusunan teknis hanya sekadar formalitas untuk memenuhi persyaratan administrasi seluruh tenaga ahli,” kata Dedy.
Dedy mengatakan tak ada kelengkapan bukti terkait penggunaan Perdirut Bakti No 7 tahun 2020 tentang pengadaan barang dan jasa yang disebut lebih efektif dibanding Perpres No 16 tahun 2018. Dia mengatakan pelaksanaan kontrak kajian teknis juga tak sesuai klausul, yakni tidak melibatkan semua tenaga ahli yang tercantum di kontrak.
“Tidak dilengkapi dengan kajian yang membuktikan bahwa penggunaan Perdirut tersebut lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan Perpres 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah. Pelaksanaan kontrak kajian teknis pendukung lastmile project 21 tidak sesuai klausul dalam kontrak yaitu tidak melibatkan seluruh tenaga ahli sebagaimana tercantum dalam dokumen kontrak. Yang ke-7, pertanggungjawaban penggunaan dana kegiatan kajian teknis pendukung lastmile project 2021 oleh Hudev UI menggunakan bukti kuitansi yang tidak benar,” ujar Dedy.
Dedy menyebut Hudev UI tak layak ditunjuk secara langsung sebagai tenaga ahli proyek BTS. Sebab, kata Dedy, nama tenaga ahli yang tercantum di kontrak proyek BTS hanya dicatut.
“Tenaga-tenaga ahli yang ada di situ hanya dipinjam namanya saja dicomot. Jadi secara aktual secara nyatanya Hudev UI ini tidak memiliki kemampuan sebenarnya sehingga tidak layak untuk dilakukan penunjukan langsung melalui swakelola seperti itu,” kata Dedy.
Jaksa lalu menanyakan penyimpangan lain di tahap perencanaan proyek BTS. Dedy mengatakan penyimpangan itu di antaranya penetapan HPS tanpa melakukan survei pasar, evaluasi dan klarifikasi yang dilakukan pokja dalam prakualifikasi dilakukan secara manual hingga komunikasi yang terjadi antara mantan Dirut Bakti Kominfo, Anang Achmad Latif dengan pemenang lelang.
“Selanjutnya itu di perencanaan Pak ya, ada penyimpangan-penyimpangan lain Pak?” tanya jaksa.
“Ada di dalam proses pemilihan penyedia, kami melihat ada beberapa penyimpangan, yang pertama tadi PPK menetapkan HPS tanpa melakukan survei pasar dan hanya menggunakan hasil kajian teknis dari Hudev UI tadi yang dibuat secara tidak benar tadi. Terus Pokja pemilihan dalam pra kualifikasi melakukan evaluasi dan klarifikasi secara manual tidak menggunakan sistem pengadaan secara elektronik, peserta yang lulus tahap pra kualifikasi untuk paket 1 dan sampai dengan 5 kurang dari 3 peserta, tetapi tidak dinyatakan gagal, tetapi tetap dilanjutkan ke tahap pemasukan dokumen penawaran. Terus adanya interaksi antara Ahmad, Anang Ahmad Latif selaku Direktur Utama Bakti dengan beberapa pihak selaku calon penyedia yang akhirnya menjadi pemenang lelang,” jawab Dedy.
Dedy mengatakan pokja pemilihan juga tak menggunakan aplikasi SPSE saat proses lelang melainkan menggunakan aplikasi SAP ARIBA. Dia menyebut kemitraan Fiber Home tetap dimenangkan meski tak memiliki teknologi BTS 4G.
“Yang kelima Pokja pemilihan pada proses tender tidak menggunakan aplikasi SPSE tetapi menggunakan aplikasi SAP ARIBA. Yang ke-6 adalah kemitraan Fiber Home, Telkominfra, MTD (PT Multi Trans Data) tidak memiliki teknologi BTS 4G LITE tetapi tetap dinyatakan sebagai pemenang tender paket 1 dan 2,” kata Dedy.
Dedy mengatakan penyimpangan juga terjadi di penandatanganan dan pelaksanaan kontrak proyek BTS. Di antaranya penggunaan kontrak payung, addendum kontrak pembelian untuk mengubah syarat termin pembayaran hingga mengubah jumlah denda keterlambatan.
“Kemudian di penandatanganan dan pelaksanaan kontrak kami juga melihat ada beberapa penyimpangan. Yang pertama dalam penggunaan kontrak payung untuk pekerjaan penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukungnya tidak tepat, terus PPK melakukan amandemen atas kontrak pembelian untuk merubah syarat termin pembayaran, PPK melakukan amandemen kontrak pembelian untuk merubah jumlah denda keterlambatan dari semula 1 permil dan nilai kontrak menjadi 1 permil dari nilai sisa pekerjaan atas permintaan penyedia atau sampai dengan 31 Desember 2021 dari 4200 BTS yang seharusnya selesai dibangun ternyata tidak ada satupun BTS yang sudah selesai atau BAPHP,” kata Dedy.
“KPA dan BPK 3 Bakti memberikan perpanjangan kontrak kepada penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan dengan batas waktu 31 Maret 2022 tanpa memperhitungkan kemampuan penyedia dalam menyelesaikan pekerjaan. PPK melakukan pembayaran kepada bank sebesar 100% dari nilai kontrak tidak berdasarkan pada prestasi pekerjaan, tetapi akibat dari perpanjangan waktu sebagaimana sebelumnya,” lanjutnya.
Dedy mengatakan jumlah tower BTS juga belum mencapai 4200 hingga 31 Maret 2022. Dia mengatakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tak menghentikan penyedia melainkan membuat kontrak baru di tahun 2022 untuk menyelesaikan tower BTS yang belum berhasil terbangun sesuai kontrak.
“Sampai 31 Maret 2022 dari 4200 BTS yang seharusnya dibangun berdasarkan kontrak hanya sebanyak 1.112 BTS yang sudah selesai dibangun dan dibuatkan BAPHP namun dari hasil audit dari 1.112 tersebut diketahui hanya sejumlah 958 BTS yang sebenarnya sudah selesai per 31 Maret 2022. Perusahaan konsorsium selaku penyedia dalam melaksanakan pekerjaan pengadaan BTS 4G paket 1, 2, 3, 4, 5 mensubkontrakkan pekerjaan kepada pihak lain. Yang 9 PPK tidak melakukan pemutusan kontrak dan memasukkan ke dalam blacklist para perusahaan konsorsium selaku penyedia karena tidak dapat melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak, namun malah membuat kontrak pembelian baru di tahun 2022 untuk sisa pekerjaan yang belum selesai,” ujar Dedy.(Insan)