HukumID | Jakarta – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menunda sidang perkara perdata terkait dugaan perbuatan melawan hukum atas dokumen Negotiable Certificate of Deposit (NCD) yang diduga palsu. Penundaan dilakukan lantaran bukti yang diajukan pihak tergugat dinilai belum lengkap.
Ketua Majelis Hakim, Fajar Kusuma Aji, menegaskan bahwa tergugat harus memperbaiki kelengkapan dokumen yang diajukan dan mengunggahnya kembali melalui sistem e-court. Hakim juga meminta agar bukti fisik turut dibawa dalam sidang mendatang.
“Persidangan hari ini, bukti dari Tergugat I maupun Tergugat II masih belum lengkap. Kami beri kesempatan untuk melengkapi dan mengupload kembali pada pekan depan,” ujar Fajar saat memimpin sidang di PN Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025).
Dalam perkara ini, Tergugat I adalah Executive Chairman MNC Group, Hary Tanoesoedibjo, bersama Tito Sulistio, mantan Direktur Keuangan PT CMNP sekaligus eks Dirut Bursa Efek Indonesia (BEI). Sedangkan Tergugat II adalah perusahaan MNC Group yang sebelumnya bernama PT Bhakti Investama Tbk. Keduanya diwakili kuasa hukum dari Law Firm Hotman Paris & Partners.
Dengan adanya kekurangan tersebut, sidang pembuktian dari pihak tergugat ditunda hingga Rabu (8/10/2025).
Sementara itu, pihak penggugat yaitu PT CMNP telah lebih dahulu menyerahkan bukti pada sidang sebelumnya, Rabu (24/9/2025). Bukti disampaikan oleh tim kuasa hukum dari Lucas, S.H. & Partners yang terdiri dari R. Primaditya Wirasandi, Henry Lim, Jennifer Angeline Herianto, dan Andi Syamsurizal Nurhadi.
Dalam keterangannya, kuasa hukum CMNP, R. Primaditya Wirasandi, menyebut kliennya sudah menyerahkan 85 bukti surat, di antaranya 28 lembar asli NCD senilai USD 28 juta, bukti tanda terima MTN dan Obligasi II CMNP senilai Rp342,5 miliar, serta putusan-putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap yang menegaskan NCD tersebut tidak sah karena melanggar ketentuan Bank Indonesia.
Tak hanya itu, CMNP juga menghadirkan bukti ACRA yang menunjukkan Drosophila Enterprise, Pte. Ltd. perusahaan cangkang yang didirikan tahun 1998 dengan modal SGD 100.000 dan sudah dilikuidasi pada 2004 memiliki susunan pengurus dan pemegang saham atas nama Hary Tanoesoedibjo dan istrinya, Liliana Tanaja.
Primaditya menegaskan, NCD yang diberikan Hary Tanoe kepada CMNP tidak sah dan diduga palsu sehingga tidak bisa dicairkan. Hal ini menyebabkan CMNP menanggung kerugian materiil sebesar Rp103,46 triliun serta kerugian immateriil hingga Rp16,38 triliun akibat rusaknya reputasi perusahaan di mata investor, publik, dan pemerintah.
“Kerugian materiil penggugat sampai dengan 27 Februari 2025 mencapai USD 6,31 miliar atau setara Rp103,46 triliun, dan kerugian immateriil ditaksir mencapai Rp16,38 triliun,” kata Primaditya.
Ia menambahkan, kerugian akan terus dihitung hingga ada pelunasan, termasuk denda, serta meminta pengadilan menyetujui permohonan sita jaminan terhadap aset milik Hary Tanoe.







