HukumID.co.id, Jakarta – Gugatan praperadilan yang diajukan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman ditolak Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Rabu, (30/10/2024). Hakim menilai gugatan tersebut masih prematur.
“Hakim menyatakan masih tidak diterima, dengan alasan masih prematur, karena belum ada surat perintah penyidikan dan sebagainya,” kata Boyamin selesai sidang.
Setelah praperadilannya ditolak oleh hakim, Boyamin akan langsung mengirimkan surat kepada Jampidsus untuk segera menyidik dan menetapkan tersangka jika ditemukan dua alat bukti terhadap RBS.
“Nah, nanti kita jadikan bukti juga surat itu bahwa kita sudah berkirim surat kepada Jampidsus. Jadi gak bisa mengelak lagi,” ujar Boyamin di depan ruang sidang 6 PN Jaksel.
Selanjutnya, Boyamin akan mengajukan gugatan baru terhadap Jampdisus, BPKP dan PPATK. “Baru kemudian minggu depan, saya akan mengajukan gugatan baru dengan Tergugat I/Jampidsus, Tergugat II/BPKP yang menghitung kerugian negara dan Tergugat III/PPATK yang menyangkut aliran-aliran dana,” tandasnya.
Karena, menurut Boyamin, dari bukti yang dia serahkan kemarin pada hakim dan juga pada saksi ahli, ada rangkaian fakta yang menunjukkan bahwa RBS itu yang menginisiasi pertemuan-pertemuan. Selain itu, RBS juga memberikan modal, serta mengambil keuntungan awal ketika sudah mulai untung.
“Dia (RBS) punya perusahaan cangkang yang singkatannya hampir mirip dengan dirinya, sahamnya juga miliknya dan dia yang diduga menampung keuntungan paling besar,” ujarnya.
Boyamin masih sangat yakin pasti ada putusan yang membela kepentingannya sebagai korban korupsi dan mendorong Kejaksaan Agung profesional menetapkan tersangka pada RBS jika alat buktinya cukup.
“Saya yakin sih, kalau bicara versi saya, itu alat buktinya cukup karena rangkaiannya ada semua dan ada dokumen-dokumennya gitu. Maka kenapa kita gugat BPKP supaya bisa menerangkan peran yang bersangkutan dan juga dugaan penerimaan uangnya PPATK juga menyeleksi dan merunut serta melacak aliran-aliran uang,” tegasnya.
Walaupun praperadilannya ditolak, Ia senang karena dalam putusan, hakim mempertimbangkan beban pembuktian ada di termohon, yang notabene adalah Boyamin itu sendiri.
“Dalam pertimbangannya adalah yang bagus yaitu beban pembuktian ada di termohon. Jadi kami boleh mendalilkan apa pun dan “menuduh” apa pun. Kalau menolak ya harus membuktikan menolaknya. Kalau hukum perdata kan siapa yang mendalilkan harus membuktikan, tapi kalau praperadilan tidak begitu,” ungkapnya.
Boyamin juga berharap kerugian negara dalam kasus timah yang mencapai 300 triliun rupiah ini bisa dikembalikan oleh pihak yang mengambil keuntungan paling besar.
“Kerugian kasus timah ini sampai di angka Rp29 triliun. Untuk materiil kan sampai di angka Rp270 triliun. Jadi kalau digabung sampai Rp300 triliun, setidaknya Rp29 triliun tadi kan semaksimal mungkin bisa dikembalikanlah,” harapnya.
“Dengan cara apa? Ya orang-orang yang terlibat apa lagi yang memiliki mengambil keuntungan paling besar itu ya diproses hukum untuk memulihkan uang kerugian itu, dalam bentuk uang pengganti. Upaya ini kan sebenarnya membantu Kejaksaan dan negara untuk memulihkan kerugian negara, jadi tolonglah dihormati, dihargai,” pungkasnya.
MIK