JAM-Pidum  Terapkan Keadilan Restoratif pada Perkara Pencuriandi Medan

Uncategorized468 Dilihat

HukumID.co.id, Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 11 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif.

Kata Asep Nana, adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Didi Askari alias Didi dari Kejaksaan Negeri Medan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Dijelaskan bahwa Kronologi bermula saat Tersangka Didi Askari alias Didi pada hari Rabu tanggal 6 September 2023 sekira pukul 17.00 WIB bertempat di Toko Roti Olala Cookies N Cake yang berada di Jalan Kenanga Raya Pasar VI No. 43A Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan, Tersangka Didi Askari Alias Didi sedang berjalan kaki, saat itu tersangka melihat 1 (satu) unit sepeda motor Honda Beat berwarna silver sedang terparkir di depan Toko Roti tersebut dengan posisi kunci sepeda motor sedang terpasang, ujar Asep Nana.

Kemudian, Tersangka melihat situasi sekitar, setelah tersangka merasa sudah aman, tersangka masuk ke halaman parkir di toko tersebut dikarenakan gerbang halaman parkir dalam keadaan terbuka.

Lalu Tersangka Didi Askari alias Didi memegang stang sepeda motor tersebut yang juga dalam keadaan tidak terkunci stang, lalu tersangka langsung mendorong sepeda motor tersebut keluar dari toko dan membawa pergi meninggalkan tempat tersebut.

“Akibat Perbuatan tersangka tersebut mengakibatkan Saksi Korban Dinda Puspita mengalami kerugian sekira Rp 20.569.000 (dua puluh juta lima ratus enam puluh sembilan ribu rupiah),” ungkap Asep Nana.

Mengetahui kasus posisi tersebut lanjut Asep nana, Kepala Kejaksaan Negeri Medan Muttaqin Harahap, S.H., M.H. dan Kasi Pidum Deny Marincka Pratama, S.H., M.H. serta Jaksa Fasilitator Nurhendayani Nasution, S.H. dan Pantun Marojahan Simbolon, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

“Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban. Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan,” ucap Asep Nana.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Medan mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Sumatera Utara. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut. Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Idianto, S.H., M.H. sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Selasa, 27 Agustus 2024, imbuhnya.

JAM-Pidum juga menyetujui 10 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka: Tersangka Brando Aiba dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Talaud, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, Tersangka Melki Marune dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Talaud, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, tersangka Yulius Karter Lasut dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, Tersangka Steven Mukuan alias Sinar dari Cabang Kejaksaan Negeri Kotamobagu di Dumoga, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Tersangka Jujum Mulyadi alias Ajum bin Suharja dari Kejaksaan Negeri Majalengka, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan, kata Asep Nana.

Kemudian, tersangka I Sayfun Lizam alias Dedi bin Tupon dan Tersangka II Sudarisman alias Sudar bin Panto Mugiharjo dari Kejaksaan Negeri Rokan Hulu, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penadahan. Lanjutnya, tersangka Surato als Parto bin Wiryo Tardi (Alm) dari Kejaksaan Negeri Rokan Hulu, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,  Tersangka Suherlambang dari Kejaksaan Negeri Binjai, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Uundang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Tersangka Hasanema Daya alias Ama Martin dari Kejaksaan Negeri Nias Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.  Dan terakhir Tersangka Sari Bahtiardo Samosir alias Pak Douglas dari Kejaksaan Negeri Samosir, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, ungkapnya

Alasan pemberian penghentian penuntutan kata Asep Nana berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain: Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf; Tersangka belum pernah dihukum; Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya; Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi; Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar; Pertimbangan sosiologis dan  Masyarakat merespon positif, ungkap Asep Nana.

Kata Asep Nana, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, tutupnya.

(Lian Tambun)