Hukumid.co.id, Jakarta – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Senin (23/12/2024) lalu menjatuhkan vonis Harvey Moeis dengan kurungan 6,5 tahun penjara.
Harvey dinilai melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 3 UU No. 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Berbagai pandangan dari berbagai pihak atas kontroversi terkait vonis ringan terhadap terdakwa dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah Harvey Moeis mengungkapkan ketidakpuasan terhadap hukuman 6,5 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti Rp 210 miliar. Padahal, hitungan kerugian negara mencapai Rp300 triliun.
Hukuman yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis jauh lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. Jaksa dari Kejaksaan Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) menuntut Harvey dengan hukuman 12 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan, dan uang pengganti Rp 210 miliar subsider 1 tahun kurungan.
Atas vonis ini Presiden Prabowo pun angkat bicara. Dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Bappenas, Jakarta, Prabowo dengan tegas mengatakan, bahwa perbuatan yang merugikan keuangan negara hingga triliunan rupiah seharusnya tidak dihukum dengan vonis yang terlalu ringan.
“Saya mohon ya, kalau sudah jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliunan, ya semua unsur lah, terutama juga hakim-hakim, ya vonisnya jangan terlalu ringan lah,” tegasnya, Senin (30/12/2024).
Disisi lain Presiden Prabowo mengatakan, masyarakat memahami bahwa hukuman yang dijatuhkan tidak sebanding dengan kerugian negara. “Tapi rakyat pun mengerti. Rakyat di pinggir jalan mengert bahwa rampok triliunan, ratusan triliun, vonisnyahanya sekian tahun. Nanti jangan-jangan di penjara pakai AC, punya kulkas, pakai TV, tolong Menteri Pemasyarakatan ya,” tambahnya.
Presiden meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk mengajukan banding atas vonis yang dinilai ringan tersebut. Menanggapi permintaan tersebut, Burhanuddin menyatakan bahwa pihaknya akan mengajukan banding, ungkap Prabowo.
Bagi Ahli Hukum Prof. Dr. Suhandi Cahaya, SH, MH, MBA. vonis yang djatuhkan kepada Harvey Moies sangat tidak menunjukkan keadilan dan mencederai rasa keadilan karena bisa menyebabkan tindak pidana korupsi semakin menjadi jadi di Indonesia.
“Kalau kita bandingakan di China, yang kerugiannya 100 miliar saja hukumannya mati. Sedangkan di Indonesia 300 triliun kok hanya 6,5 tahun penjara saja. Dan yang lebih lucunya hakimnya yang menjatuhkan vonis pun ketawa ketawa saja lihat usai membacakan putusan itu, “ ungkap Ketua Dewan Kehormatan Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Cabang Jakarta Pusat ini.
“Sudah berulang kali saya katakan hukum di Indonesia semakin ke depan semakin jelek. Sekali lagi, bagaimana Indonesia mau memperbaiki keadaan hukum di Indonesia sebagaimana didengungkan Presiden Prabowo Subianto nyatanya masih aja seperti itu,” bebernya.
Sebagai akademisi berpendapat kinerja hakim hakim mustinya disekolahkan lagi. Sampai S3 semua. “Kalau dia sudah disekolahkan sampai S3 dijadikan Hakim mungkin ada perubahan. Kenapa, kalau dia sudah S3 baik itu Hakim, Jaksa ataupun polisi rasanya kalau mau berbuat suatu kekeliruan atau kesalahan, mungkin dia mikir 1000 kali seperti kasus di Surabaya 3 Hakim akhirnya menjadi tersangka. Penasehat hukumnya jadi tersangka ujarnya.”
“Saran saya dihukum mati para korupsi yang ada di Indonesia. Hakim harus diperiksa, untuk diminta ketegasan Presiden Prabowo barang siapa melakukan tindak pidana korupsi hukumannya musti mati. Bagi saya sepanjang itu tidak terjadi hukuman mati, maka tindak pidana korupsi tidak akan pernah berhenti,” pungkasnya.
LT