Tender Proyek Banggai Diduga Sarat Pelanggaran, Kejari Pilih Diam

Daerah544 Dilihat

HukumID | Banggai – Aroma janggal tercium dari proses tender proyek konstruksi Pemerintah Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Panitia lelang di Unit Layanan Pengadaan (ULP) diduga telah menabrak aturan baku yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018.

Modusnya sederhana tapi sarat kepentingan. Panitia memasukkan syarat dukungan galian C pada tahap administrasi lelang. Padahal, secara regulasi, dukungan material semacam itu baru sah diminta ketika tender sudah selesai dan pemenang ditetapkan. Artinya, sejak awal pintu masuk persaingan sehat antar kontraktor lokal sudah dipersempit.

Hasil penelusuran investigasi menunjukkan, praktik pemberlakuan syarat ganjil ini bukan hal baru. Sejak tahun 2022 hingga sekarang, ULP Banggai tercatat konsisten menerapkan syarat dukungan galian C pada hampir semua tender proyek konstruksi. Artinya, dugaan pelanggaran ini bukan sekadar insiden sekali waktu, melainkan pola yang berulang dan sistematis. Situasi ini menguatkan kesan bahwa ada kepentingan yang sengaja dilanggengkan di balik proses lelang.

Jika syarat dukungan galian C dipaksakan sejak tahap administrasi, konsekuensinya tidak ringan. Pertama, menghilangkan asas persaingan sehat karena hanya kontraktor tertentu yang sudah memiliki kedekatan dengan penyedia galian C yang bisa ikut. Kedua, mematikan peluang kontraktor kecil dan lokal yang sejatinya berhak bersaing dengan kualitas penawaran, bukan dengan “surat dukungan” yang dipaksakan. Ketiga, secara hukum, praktik ini bisa dikategorikan sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang panitia tender, yang membuka ruang bagi aparat penegak hukum untuk menilai adanya indikasi maladministrasi hingga potensi tindak pidana korupsi jika terbukti merugikan keuangan negara.

Dalam konteks inilah, publik menanti sikap Kejaksaan. Sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, institusi ini memiliki kewenangan melakukan penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan terhadap dugaan tindak pidana, termasuk korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah. Selain itu, Kejaksaan juga berwenang melakukan pengawasan terhadap jalannya penegakan hukum dan memberikan pertimbangan hukum kepada instansi pemerintah. Dengan kata lain, Kejaksaan Negeri Banggai seharusnya bisa menjadi pintu masuk pertama untuk memastikan proses tender berjalan sesuai aturan, bukan malah terjebak dalam diam.

Namun hingga kini, aparat penegak hukum terkesan menutup mata. Wartawan yang mencoba mengonfirmasi Kejaksaan Negeri Banggai pada Selasa (2/9/2025), justru dihadang dengan alasan birokratis.

Maaf Pak belum bisa masuk, karena tidak ada instruksi pimpinan untuk menerima wartawan. Mungkin bapak bisa koordinasi melalui handphone pimpinan,” ujar seorang petugas keamanan Kejari.

Kepala Kejari Banggai, Anton Rahmanto, pun menjawab singkat melalui pesan.
“Walaikum salam, mohon maaf nampaknya hari ini kita lagi ada giat internal. Mungkin lain waktu pak… trims,” tulisnya.

Diamnya lembaga hukum hanya menambah daftar panjang keraguan publik. Apakah aturan pengadaan barang/jasa hanya jadi formalitas di atas kertas? Apakah potensi kerugian negara dari praktik tender semacam ini tidak cukup kuat untuk menjadi alasan penyelidikan?

Sementara itu, masyarakat Banggai hanya bisa menunggu, apakah dugaan pelanggaran ini akan berujung pada tindakan tegas, atau kembali tenggelam dalam kebisuan yang sudah terlalu sering menjadi wajah penegakan hukum di daerah.