HukumID.co.id, Jakarta – Upaya Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) merevisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada) sehubungan dengan diputuskannya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 60 dan No. 70 menimbulkan perlawanan dari berbagai pihak, salah satunya Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya (ILUNI FH-UAJ) menyatakan sikap dan menentang dengan keras adanya praktik penyimpangan budaya demokrasi.
“Putusan MK No. 60 dan No. 70 memiliki kekuatan hukum yang bersifat final dan mengikat (Constitutional Obedience) dengan mencerminkan 3 sifat, yaitu memperoleh kekuatan hukum, memiliki akibat hukum bagi seluruh pihak yang berkaitan dengan putusan dan merupakan pengadilan pertama dan terakhir, sehingga tidak adanya upaya hukum lain seperti banding,kasasi, atau peninjauan kembali (PK),” kata Ketua ILUNI FH-UAJ Julius Simanjuntak, Kamis (22/8/2024).
Selain itu, Julius menegaskan bahwa suatu putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak putusan tersebut diucapkan. Pengabaian Putusan MK No. 60 dan 70 ini merupakan suatu bentuk Constitution Disobedience yang sangat berbahaya bagi masa depan Indonesia.
“Karena hal ini merupakan cerminan dimana pemerintah di Negara Indonesia dapat dengan mudah mengabaikan hukum dan melanggar konstitusi demi kepentingan oligarki semata sehingga meninggalkan reputasi yang buruk di mata negara-negara lain,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Ia menegaskan kembali, ketidakpatuhan terhadap suatu putusan Mahkamah Konstitusi menyebabkan kekacauan terhadap sistem demokrasi di Indonesia.
Perlu menjadi perhatian bahwa putusan Mahkamah Konstitusi merupakan sebuah produk instrumen peradilan untuk memastikan penegakan dan pelaksanaan konstitusi berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 45) berjalan dengan baik dan dilaksanakan secara bertanggung jawab.
Selain itu dalam proses revisi UU Pilkada, DPR RI wajib mengikuti aspirasi dari masyarakat sebagai wujud penerapan dari Sila ke-4 Pancasila. “Sehingga jelas apabila Undang-Undang diubah tanpa melibatkan aspirasi dari Masyarakat, tentu ini melanggar Pancasila khususnya Sila ke-4,” bebernya.
Oleh karena itu, guna menyikapi kondisi saat ini maka kami ILUNI FH-UAJ menyatakan sikap sebagai berikut:
- Kami percaya DPR RI akan menjunjung tinggi Konstitusi dengan tepat menjalankan fungsi utamanya sebagai wakil rakyat guna mendengarkan aspirasi Masyarakat;
- Meminta DPR RI untuk hati-hati dan cermat dalam melakukan revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 (“UU Pilkada”) sehingga tidak bertentangan dengan Putusan MK No. 60 dan 70 serta mencederai prinsip demokrasi yang berkeadilan;
- Menghimbau agar seluruh lapisan masyarakat dapat mengawal proses revisi UU Pilkada agar sesuai dengan Putusan MK No. 60 dan 70 dan peraturan perundang-undangan berlaku yang mencerminkan semangat keadilan sosial dan demokrasi.
(Insan Kamil)