HukumID.co.id, Jakarta – Kuasa hukum Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita) menegaskan SPRINDIK penetapan tersangka yang diterbitkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sah dan batal demi Hukum.
Hal tersebut diutarakan Erna Ratnaningsih selepas sidang Praperadilan sah tidaknya penetapan tersangka Hevearita Gunaryanti Rahayu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dengan agenda pembuktian dari Saksi Ahli pada Jumat 10 Januari 2025.
“Dari proses yang ada, bahwa Praperadilan ini kita menyatakan bahwa SPRINDIK yang diterbitkan oleh KPK itu tidak sah dan batal demi Hukum karena surat itu bertentangan dengan prosedur yang ada di dalam KUHAP dan juga prosedur yang ada di dalam putusan Mahkamah Konstitusi no 21,” kata Erna.
Lebih lanjut, Erna menyebut, dalam KUHAP dan putusan MK sangat jelas, penetapan tersangka kepada seseorang harus berdasarkan dua alat bukti yang kuat dan harus melalui proses pemeriksaan sebagai saksi terlebih dahulu.
Saksi Ahli
Sidang lanjutan yang berlangsung di ruang utama PN Jaksel ini menghadirkan saksi ahli pidana yaitu, Prof. Eva Achjani Zulfa S.H., M.H dari pihak pemohon.
Menurut Eva, berdasarkan amanat dari keputusan MK no 21, penetapan tersangka harus melalui verifikasi. Jika tidak, penetapan tersebut menjadi cacat hukum.
“Berdasarkan amanat dari keputusan MK no 21, yang menegaskan bahwa harus ada verifikasi untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka, oleh karena itu secara administratif, jika suatu Lembaga penegakan Hukum tidak mengikuti amanat tersebut. maka proses penetapan tersangka menjadi cacat hukum,” ujar Eva kepada Majelis Hakim.
Sementara itu, saksi ahli dari pihak termohon Dr. Azmi Syahputra S.H., M.H memberikan keterangan bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai tersangka apabila memiliki bukti yang cukup dalam melakukan perbuatan melawan/melanggar hukum.
“Dan yang paling penting dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka adalah adanya dua alat bukti yang kuat,” jelas Azmi.
Agus Nurudin sebagai kuasa hukum pemohon juga mempunyai pendapat yang sama dengan dua saksi ahli tersebut.
“Saya sependapat dengan keterangan yang disampaikan oleh kedua saksi pada hari ini, bahwa harus ada keseimbangan sehingga perlu adanya lembaga klarifikasi untuk mengklarifikasi saksi dan juga barang bukti,” ungkapnya.
Namun, lanjut Agus, klarifikasi tersebut harus dilakukan secara dua macam, yaitu subjek dan objek.
Dengan selesainya agenda sidang pada hari ini, usai juga persidangan dengan agenda pembuktian. Sidang pun dilanjutkan dengan Agenda Kesimpulan pada hari Senin, 13 Januari 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
MAF