SPBU Swasta Sulit Dapat BBM Murni, Boyamin Desak Pemerintah Buka Impor

Peradilan385 Dilihat

HukumID | Jakarta — Kuasa hukum penggugat, Boyamin Saiman, menyayangkan absennya pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Pertamina dalam sidang gugatan terkait kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta.

Menurut Boyamin, kehadiran kedua pihak tersebut sangat penting mengingat gugatan ini bertujuan untuk mendorong pemerintah dan Pertamina segera menyalurkan BBM murni ke SPBU non-BUMN.

“Sangat kami sayangkan, pihak yang sebenarnya bisa kita bantu malah tidak hadir. Mudah-mudahan minggu depan mereka hadir agar sidang bisa segera berjalan,” ujar Boyamin usai persidangan, Rabu (8/10/2025).

Ia menegaskan, gugatan ini bukan semata menuntut ganti rugi pribadi, melainkan langkah hukum untuk memaksa pemerintah memenuhi hak masyarakat agar dapat membeli BBM murni di SPBU swasta.

“Kami tidak berharap mendapatkan ganti rugi. Bahkan jika gugatan dikabulkan pun, uangnya akan kami sumbangkan. Ini murni demi kepentingan masyarakat,” katanya.

Dalam gugatan tersebut, Boyamin hanya memasukkan kerugian material sebesar Rp1,1 juta berdasarkan bukti pembelian selama tiga minggu terakhir. Namun, jika dihitung sejak awal tahun, nilainya bisa mencapai Rp3,5 juta. Adapun kerugian imaterial diperkirakan mencapai harga mobil sekitar Rp500 juta, akibat risiko kerusakan mesin karena sulitnya memperoleh BBM murni.

Lebih lanjut, Boyamin menyoroti kebijakan pemerintah yang dinilai memperumit izin impor BBM bagi SPBU swasta. Ia menyebut aturan tersebut seharusnya bisa disesuaikan dengan kondisi kebutuhan masyarakat.

“SPBU swasta sebenarnya boleh impor, asal ada izin dari Menteri Perdagangan berdasarkan rekomendasi Menteri ESDM. Itu bukan kitab suci yang tidak bisa diubah. Kalau kebutuhan meningkat, kenapa tidak dibuka saja izin tambahan?” tegasnya.

Boyamin juga menanggapi pernyataan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia terkait peningkatan kadar etanol dalam BBM. Ia mempertanyakan dasar hukum kebijakan tersebut karena tidak ada peraturan yang secara tegas mengaturnya.

“Tidak ada undang-undang atau peraturan pemerintah yang mewajibkan kandungan etanol. Kalau Pertamina menambahkan etanol, itu urusan mereka, tapi seharusnya diberitahukan ke publik. Justru ini membuka pertanyaan baru, jangan-jangan etanolnya dicampur sejak di luar negeri,” ungkapnya.

Ia menambahkan, penggunaan etanol juga berpotensi memengaruhi performa mesin kendaraan.

“Beberapa pihak mengatakan etanol bisa menyerap air dan menurunkan performa mesin, terutama kendaraan lama. Bahkan di sektor tambang, biodiesel saja sudah banyak dikeluhkan,” ujarnya.

Boyamin menilai ketidakhadiran pihak ESDM dan Pertamina dalam sidang menunjukkan kurangnya keseriusan pemerintah terhadap persoalan BBM yang dirasakan masyarakat.

“Rakyat kecil selalu disuruh patuh hukum, tapi justru pejabat yang membuat aturan kadang tidak hadir di panggilan resmi pengadilan. Ini menunjukkan ketidakpatuhan terhadap proses hukum,” tandasnya.

Sidang gugatan ini dijadwalkan akan kembali dilanjutkan pekan depan. Boyamin berharap seluruh pihak tergugat hadir agar proses hukum dapat berjalan efektif dan menghasilkan solusi konkret bagi masyarakat serta SPBU swasta yang kesulitan memperoleh pasokan BBM murni.